TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economi and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menanggapi rencana pembangunan proyek kereta ringan atau light rail transit (LRT) di Bali. Menurut dia, berlajar dari proyek infrastruktur yang bermasalah, pembangunan LRT Bali harus mempertahatikan empat hal.
“Pertama, studi kelayakan termasuk potensi internal rate of return atau IRR (analisis keuangan untuk memperkirakan potensi keuntungan investasi) dilakukan secara rasional dan hati hati,” ujar Bhima saat dihubungi pada Rabu, 27 September 2023.
Selanjutnya kedua, kata Bhima, rencana pembangunan LRT Bali harus terintegrasi dengan baik. Ketiga, perlu komunikasi intens dengan kelompok pariwisata lokal khususnya pelaku jasa transportasi bandara, sehingga bisa saling melengkapi tidak membunuh jasa transport lokal.
“Keempat, penerapan tarif tiket yang wajar terutama setelah masa uji coba,” tutur Bhima.
Proyek LRT Bali kembali mencuat setelah dibahas Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi ketika bertemu dengan petinggi operator dan penyedia kereta api milik pemerintah Negeri Ginseng Korean National Railway (KNR) serta Korea Overseas Infrastructure and Urban Development Corporation (KIND) di Korea Selatan pada 30 Mei 2023 lalu.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Mohamad Risal Wasal memastikan lembaganya akan menajamkan desain teknis rencana proyek tersebut bersama mitra bisnis dari Korea Selatan itu. "Kami kejar studi kelayakan LRT Bali agar selesai tahun ini sehingga pembangunannya bisa segera dimulai," ujar dia pada 2 Juni 2023 lalu.
Menurut Risal, Dinas Perhubungan Bali dan tim KNR sudah mengerjakan pra-FS atau studi awal LRT pada 2021. Dari kajian itu, muncul rencana pengembangan jalur kereta ringan sepanjang 9,46 kilometer yang akan dibangun dalam dua tahap. Fase pertama berupa jalur sepanjang 5,3 kilometer dari Bandara I Gusti Ngurai Rai ke area Central Park Kuta di Kabupaten Badung.
Sedangkan sisa 4,16 kilometer lainnya disambung ke Kelurahan Seminyak. Dari sejumlah diskusi, jalur itu direncanakan juga bakal tersambung sampai ke daerah Mengwi. "Proyeksi demand dan konsep teknis jalur tersebut akan tergambar dalam FS yang akan disusun," ucap Risal.
Sesuai hasil pertemuan, Risal mengatakan studi kelayakan dan pembangunan fase pertama LRT Bali akan didanai melalui pinjaman atau official development assistance (ODA) dari Pemerintah Korea Selatan. Pembiayaan fase berikutnya bakal ditanggung dengan skema kemitraan pemerintah dan badan usaha (KPBU). Proyek ini akan berbasis jalur bawah tanah. "Jalur layang akan sulit (dikembangkan di Bali). Jadi, paling aman dibuat underground."
Kemarin, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menargetkan LRT Bali, yang melintasi Bandara I Gusti Ngurah Rai dapat dilakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) pada awal 2024. "Kita harap groundbreaking awal tahun depan, karena itu studinya sudah lama dilakukan, tapi karena terbentur COVID-19, tadi kita hidupkan lagi," kata Luhut setelah rapat terbatas Integrasi Transportasi Publik di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu 27 September 2023.
Luhut mengatakan jika LRT di Bandara Ngurah Rai Bali tidak dibangun, maka akan terjadi penumpukan (stuck) penumpang mengingat pada 2026, bandara tersebut akan melayani sekitar 24 juta penumpang per tahun. Presiden Jokowi, kata Luhut, dalam rapat pada hari ini sudah memerintahkan jajaran menteri agar melakukan studi lanjutan untuk LRT di Pulau Bali, dari Bandara Ngurah Rai ke Seminyak, atau kemungkinan hingga ke Canggu.
"Dari lapangan terbang sampai ke Seminyak dan kalau perlu nanti terus sampai ke Canggu itu 20 kilometer, dan nanti kita sedang pertimbangkan memasukkan harga tiket US$ 1, US$ 2, setiap penumpang pakai tidak pakai, sehingga dengan pembiayaan publik juga akan bisa jalan," kata Luhut.
MOH KHORY ALFARIZI | YOHANES PASKALIS | ANTARA
Pilihan Editor: LRT Bali akan Dibangun di Bawah Tanah, Ini Kata Guru Besar UI