Selain itu, sebagai upaya preventif, Kemnaker juga telah melakukan pembinaan baik kepada pekerja, pengusaha asal China, maupun kedutaan mengenai aturan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia.
“Kami melakukan coaching keliling. Kami ingin memastikan bagaimana penerapannya. Mana yang belum sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Kami menurunkan tim dari pusat ke daerah,” tambah Idham.
Ia mengakui bahwa pembinaan yang dilakukan belum optimal. Keterbatasan transportasi juga menjadi salah satu hambatan pembinaan yang kurang intensif.
“Penerbangan ke Morowali tidak mudah. Kami kalau harus turun ke semuanya, enggak bisa karena terkendala transportasi. Pembinaan pada smelter ini baru dilakukan sekali, terutama tempat kerja yang punya resiko tinggi,“ terang Idham.
Namun, ia memastikan Kementerian Ketenagakerjaan akan terus melakukan pembinaan dan pendampingan terkait pelaksanaan UU Ketenagakerjaan, termasuk penerapan K3 di industri nikel.
Di sisi lain, Ketua Serikat Pekerja Industri Morowali Afdal juga menyatakan bahwa pengawasan K3 belum dilakukan secara optimal di Morowali. Tidak hanya dari kementerian, pengawas K3 dari perusahaan juga sangat minim jumlahnya.
“Dari sisi perusahaan, petugas K3 masih sangat terbatas. Dalam satu wilayah kerja, hanya dipegang oleh beberapa orang saja. Personel terbatas, sehingga tidak dapat ter-cover jika terjadi kecelakaan kerja,“ kata Afdal.
Selain itu, ia juga menyoroti kurangnya pembinaan K3 ketika pekerja pertama kali bekerja. Ia merasa kurang diperkenalkan secara detail mengenai penerapan K3.
“Tidak ada pembinaan khusus soal K3 ketika orang pertama kali kerja. Hanya diperkenalkan pelanggaran-pelanggaran K3,“ tambah Afdal.
Menurutnya, perusahaan seharusnya tidak hanya mengenalkan jenis pelanggaran K3 saja. Tapi, cara preventif yang harus dilakukan agar kecelakaan kerja tidak terjadi juga harus disampaikan.
Pilihan Editor: Jokowi Bentuk Satgas Peningkatan Ekspor Nasional, Berikut Isi Tim Pengarahnya