TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pertumbuhan penerimaan pajak terhadap kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 mengalami perlambatan. Dia mencatat realisasi penerimaan pajak hingga Agustus 2023 sebesar Rp 1.246,97 triliun atau mencapai 72,58 persen dari target APBN 2023 yaitu Rp 1.718 triliun.
Namun, penerimaan pajak hingga periode Agustus hanya tumbuh sebesar 6,4 persen secara kumulatif. Realisasi itu jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu sebesar 58,1 persen. “Penerimaan kita pertumbuhannya melambat,” ujar dia dalam konferensi pers APBN Kita yang disiarkan langsung di akun YouTube Kemenkeu RI pada Rabu, 20 September 2023.
Bendahara negara menuturkan pertumbuhan penerimaan pajak pada 2022 yang tinggi didorong oleh kenaikan harga berbagai komoditas. Ditambah lagi dengan pemulihan ekonomi dari basis yang sangat rendah pada tahun sebelumnya.
Namun, Sri Mulyani berujar, realisasi penerimaan pajak periode Januari-Agustus 2023 tetap tumbuh positif, didukung oleh kinerja ekonomi yang baik. Lebih rinci, realisasi Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas tercatat sebesar Rp7 08,23 triliun atau mencapai 81,07 persen dari target, serta tumbuh sebesar 7,06 persen.
Selain itu, realisasi dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) tercatat sebesar Rp 447,58 triliun atau mencapai 64,28 persen dari target, tumbuh 8,14 persen. Sementara realisasi PPh migas pada Agustus 2023 tercatat Rp 49,51 triliun atau mencapai 80,59 persen dari target, tapi mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 10,58 persen.
Adapun Pajak Bumi dan Bangunan serta pajak lainnya juga mencatatkan kontraksi pertumbuhan sebesar 12,01 persen. Realisasi dari jenis pajak ini terkumpul sebesar Rp11,64 triliun atau baru mencapai 29,10 persen dari target.
“Kontraksi PBB dan pajak lainnya disebabkan oleh pergeseran pembayaran PBB migas, sementara PPh migas terkontraksi sebagai dampak dari moderasi harga minyak bumi,” kata Sri Mulyani.
Pilihan Editor: Ekonomi Global Pengaruhi APBN, Sri Mulyani: Manufaktur Eropa hingga AS Berada di Zona Kontraksi