TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyebutkan di samping perekonomian Indonesia yang tumbuh positif pada triwulan II tahun 2023, pihaknya juga mencermati sedikitnya tiga hal.
Tiga hal di dalam perekonomian domestik yang disoroti itu adalah kecenderungan pelemahan indikator optimisme konsumen, tren penurunan inflasi inti, dan berlanjutnya penurunan harga komoditas yang telah menekan kinerja eksternal Indonesia.
Dinamika perekonomian itu, menurut Mahendra, mendorong pelemahan pasar keuangan global, baik di pasar saham, surat utang, maupun pasar nilai tukar. "Yang juga disertai terjadinya peningkatan volatilitas pasar dan outflow dari mayoritas pasar keuangan emerging market, termasuk pasar keuangan Indonesia,” ujarnya dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan Agustus 2023 secara virtual, di Jakarta, Selasa, 5 September 2023.
Ia menjelaskan pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan kedua sebesar 5,17 persen yoy atau naik dari triwulan sebelumnya 5,04 persen didorong kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang baik. OJK juga menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilient (tangguh).
Penilaian tersebut dilihat dengan indikator prudensial, seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai, serta profil risiko yang terjaga, di tengah peningkatan ketidakpastian perekonomian global.
“Divergensi perekonomian global masih berlanjut dengan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang menunjukkan resiliensi di tengah inflasi inti yang terus menurun," tutur Mahendra. "Resiliensi ekonomi tersebut meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed dapat lebih hawkish."
Di Eropa, pertumbuhan ekonomi disebut kembali menurun menjadi 0,6 persen year on year (yoy) pada triwulan kedua tahun 2023 dari 1,1 persen pada triwulan sebelumnya yoy. Sementara untuk inflasi inti masih tetap tinggi.
Sementara itu, momentum pemulihan ekonomi Cina termoderasi. Indikator ekonomi Cina tercatat di bawah ekspektasi dengan inflasi yang masuk ke zona deflasi dan kinerja eksternal yang terkonversi.
“Selain itu, tekanan pada sektor properti di Tiongkok kembali meningkat seiring munculnya permasalahan pada beberapa pengembangan properti besar,” ujar Mahendra.
ANTARA
Pilihan Editor: Komisi XI DPR dan Pemerintah Sepakati Asumsi Makro RAPBN 2024, Ini Rinciannya