TEMPO.CO, Solo - Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim sektor industri di Indonesia berhasil menjaga rantai pasokan atau suply chain pada masa pandemi Covid-19 yang lalu hingga kini. Optimisme dari sektor tersebut juga terlihat dari Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur yang berada di atas 50.
"Di bulan lalu Purchasing Manager's Index Manufaktur sebesar 53,3 dan menjadi salah satu yang tertinggi di kawasan ASEAN bahkan ini lebih tinggi dari negara maju seperti Amerika, Jepang, dan lain-lain," ujar Airlangga selepas menghadiri acara Industrial Summit 2023 yang digelar di Ballroom Gedung Tower Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Selasa, 29 Agustus 2023.
Oleh karena itu menurut Airlangga, momentum ini harus terus dijaga. Salah satu yang menjadi alasan adalah karena sektor manufaktur itu memiliki kontribusi yang mendekati 18 persen dan sektor perdagangan akibat manufaktur juga tinggi.
"Dengan demikian kita selalu mendorong bahwa sektor manufaktur ini mempunyai nilai tambah termasuk yang menjadi tema kegiatan hari ini adalah hilirisasi," ujar Airlangga.
Ia lalu mencontohkan hilirisasi di sektor baja lewat larangan ekspor bahan mentah. Nilai ekspor sektor baja meningkat dari US$ 2 miliar menjadi US$ 30,3 miliar. "Ini capaian yang luar biasa."
Oleh sebab itu, pemerintah akan terus meningkatkan hilirisasi tidak hanya ke baja tapi juga sektor lain, termasuk bahan baku silika yang dinilai bisa menjadi potensi untuk industri fotovolting atau renewable energy.
Dalam paparannya saat menjadi pembicara kunci di acara Industrial Summit 2023 itu, Airlangga menyebut bahwa transformasi industri yang dilakukan melalui hilirisasi juga berhasil memacu pertumbuhan ekonomi di daerah.
Sebagai contoh, tiga wilayah yang merupakan pusat industri hilirisasi SDA khususnya mineral dan logam, yaitu Sulawesi, Maluku dan Papua, serta Kalimantan, mengalami pertumbuhan ekonomi positif. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai wilayah Sulawesi yakni 6,64 persen (yoy), disusul Maluku dan Papua yakni 6,35 persen (yoy), dan Kalimantan yaitu 5,56 persen (yoy).
"Hal ini menjadi bukti bahwa hilirisasi mampu meningkatkan PDRB daerah, ekspor, investasi, maupun penyediaan lapangan kerja," kata Airlangga. "Hal itu harus diikuti juga dengan penurunan tingkat kemiskinan, maka itu Pemerintah mendorong Corporate Social Responsibility (CSR) dilakukan oleh industri di wilayah itu, jadi wilayah yang pertumbuhannya tinggi, kalau bisa memiliki tingkat kemiskinan rendah."
Beranjak ke komoditas yang dihilirisasi, Airlangga mengatakan berdasarkan data US Geological Survey, Indonesia mempunyai cadangan nikel terbesar di dunia mencapai 21 juta ton atau setara 22 persen cadangan global, mengalahkan cadangan Australia senilai 20 juta ton dan Brasil sebesar 16 juta ton.
Adapun produksi nikel Indonesia juga menempati posisi pertama di dunia yakni sebesar 1 juta ton, melebihi Filipina (370 ribu ton), Rusia (250 ribu ton), dan Kaledonia Baru (190 ribu ton).
Dalam rangka menyukseskan hilirisasi, Pemerintah telah menyiapkan berbagai macam insentif fiskal, seperti tax holiday, tax allowance, super tax deduction, kemudian pembebasan bea masuk impor mesin, fasilitas KEK bagi pelaku usaha yang berlokasi di KEK, pemanfaatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk pembiayaan investasi dan modal kerja, dan sebagainya. Pemerintah pun mendorong peningkatan riset yang menyesuaikan kebutuhan industri, sehingga mampu mendorong inovasi dalam pengembangan desain dan merek produk.
Dalam pengembangan industri hijau di Indonesia, Pemerintah mendorong berbagai program seperti pemanfaatan EBTKE, penerapan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, dan lain sebagainya. Termasuk mendorong kebijakan hilirisasi yang arahnya sejalan dengan tren pengembangan industri hijau tersebut.
“Terdapat potensi kebutuhan produk hilirisasi SDA sebagai bahan baku utama produk-produk ramah lingkungan,” kata Airlangga.
Pilihan Editor: Airlangga Sebut Bursa Karbon Diselenggarakan BEI, Pajak Karbon Mulai Diberlakukan 2025