TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menjadi penyelenggara bursa karbon di Indonesia.
“Kalau untuk bursa karbon (akan diselenggarakan) di BEI,” ujar Airlangga kepada wartawan saat ditemui di Hotel Shangri-La, Jakarta pada Kamis, 24 Agustus 2023.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja menerbitkan Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon di bulan Agustus ini.
Saat ini, OJK belum secara resmi menunjuk penyelenggara bursa karbon yang akan terbit pada akhir September 2023. “Terbit akhir September. Prosesnya kami masih menunggu keputusan pemerintah,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar saat ditemui di Jakarta Timur, Minggu, 20 Agustus 2023.
Nantinya, perusahaan peserta perdagangan karbon dapat mengumpulkan kredit karbon melalui bursa tersebut. Mengutip situs icdx.co.id, kredit karbon adalah “hak” suatu perusahaan untuk mengeluarkan emisi karbon dalam proses industrinya.
Perusahaan dengan hasil audit emisi karbon di bawah kuota yang ditetapkan bisa menjual sisa “hak” emisinya di bursa karbon. Sementara itu, perusahaan dengan hasil emisi melebihi kuota harus membeli “hak” mengeluarkan emisi dari perusahaan lain atau membayar pajak karbon.
“Kalau (perusahaan) tidak comply, untuk produk-produk tertentu itu bisa pemerintah kenakan pajak,” ujar Airlangga.
Pajak karbon sendiri, menurut Airlangga, sedang disiapkan pemerintah agar dapat diberlakukan pada tahun 2025. “Kami harapkan mereka (perusahaan) sudah punya carbon credit-nya melalui bursa karbon dan kedua baru pajak karbon. Jadi itu dua hal yang saling melengkapi,” kata dia.
Airlangga juga mengatakan bahwa pajak karbon dibutuhkan untuk mengantisipasi Carbon Border Adjusted Mechanism (CBAM) yang akan diberlakukan di Eropa pada tahun 2025.
CBAM merupakan pengurangan emisi karbon yang diterapkan Uni Eropa dengan menambah tarif atau pajak bea masuk terhadap barang impor ke Benua Biru. CBAM meliputi lima produk utama, termasuk besi dan baja sebagai salah satu komoditas unggulan Indonesia di pasar Uni Eropa.
SULTAN ABDURRAHMAN | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di Level 5,75 Persen