TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan perdagangan karbon memiliki potensi untuk menghasilkan US$ 15 miliar atau setara dengan Rp 225,21 triliun per tahun. Indonesia akan mulai perdagangan karbon ini pada September 2023.
Luhut pada Senin, 24 Juli 2023 telah meneken Pengaturan Pelaksanaan Program Penetapan Harga Karbon UK Partnering for Accelerated Climate Transitions (IA on UK-PACT) dengan Kedutaan Besar Inggris.
Kesepakatan UK-PACT itu menindaklanjuti MoU Inggris dan Indonesia tentang Aksi Iklim dan Nilai Ekonomi Karbon, yang diteken pada side event G20 di Bali tahun lalu.
“Berkaca kembali ke Perjanjian Iklim Glasgow, kita harus mempertahankan kenaikan temperatur global 1,5 derajat Celcius dengan tindakan aksi iklim yang lebih ambisius,” ujar Luhut.
Untuk mencapai target yang ambisius itu, menurut Luhut, Indonesia dan Inggris menyadari betapa krusialnya kerja sama antar negara dalam mengatasi tantangan global atau perubahan iklim.
Banyak alat dan strategi yang digunakan untuk memitigasi perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca, termasuk nilai ekonomi karbon. “Berbagai negara sudah mengadopsi dan mengimplementasikan alat ini untuk mendorong transisi yang lebih berkelanjutan dalam praktik rendah karbon.” jelas Luhut.
Luhut menambahkan Indonesia butuh memiliki bursa karbon agar memiliki jalur perdagangan yang jelas serta urusan perdagangan karbon dalam negeri terdata. “OJK (Otoritas Jasa Keuangan) akan mengawasi kegiatan pertukaran karbon ini. Jadi hanya entitas yang beroperasi di Indonesia yang mendapat izin untuk berdagang di bursa karbon, cara kerjanya akan seperti bursa saham,” tegas Luhut.
Selanjutnya: Luhut memastikan akan memulai perdagangan karbon....