Luhut memastikan akan memulai perdagangan karbon pada September 2023. Untuk meningkatkan penggunaan energi pembaruan dan mencapai emisi net zero pada tahun 2060, memitigasi perubahan iklim Indonesia membutuhkan perdagangan karbon, dan perpajakan.
Pemerintah Indonesia sudah memulai pekerjaan dasar dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
“Indonesia sebagai salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara ingin memangkas emisinya hingga lebih dari 30 persen pada tahun 2030," sambung Luhut. “Dengan UK-PACT, program kerja sama untuk persiapan alur peta carbon pricing di sektor agrikultur, industri, dan standar internasional transportasi akan dipercepat.”
Luhut mengungkapkan menurut beberapa studi, Indonesia memiliki potensi besar sebagai kapasitas gudang CO2 dari 10 gigaton sampai 400 gigaton pada depleted reservoir dan saline aquifer minyak dan gas.
Luhut menambahkan, implementasi penyimpanan penangkapan karbon (CCS) dapat menjadi strategi jangka pendek dalam mengurangi emisi di sektor minyak dan gas. Metode pengembangan membutuhkan validasi dan verifikasi.
“Kami sudah mengembangkan proyek karbon biru di Mangrove, Kalimatan Utara, yang dapat memproduksi 59,6 juta ton yang siap untuk dikreditkan.” ujar Luhut.
LAYLA AISYAH
Pilihan Editor: Rekam Jejak Susi Pudjiastuti, dari Aktif Kritisi Kebijakan Jokowi, hingga Belakangan Ditemui Prabowo dan Anies