TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) dan Staf Khusus Sri Mulyani, Yustinus Prastowo, buka suara atas pernyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengenai pajak minimum global (GMT).
"Dapat kami sampaikan bahwa global minimum tax masih dalam pembahasan internal Kementerian Keuangan," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Estuti pada Tempo, Senin, 21 Agustus 2023.
Stafsus Sri Mulyani, Yustinus Prastowo, ikut menanggapi pernyataan tersebut. "Kami sedang koordinasikan ya," ujarnya singkat saat dihubungi terpisah.
Sebelumnya diberitakan, Bahlil Lahadalia meminta implementasi pajak minimum global dikaji ulang. Sebab, hanya akan menguntungkan negara-negara tertentu.
“Dengan adanya ketentuan tax minimum global tadi, maka akan mempengaruhi insentif investasi," kata Bahlil, dilansir dari Antara, Ahad, 20 Agustus 2023.
Bahlil mengatakan, penerapan GMT saat ini belum apple to apple antara negara maju dan berkembang. Dia menilai, negara maju harus membuka ruang bagi negara berkembang untuk menarik investasi untuk mencapai kemajuan.
Adapun untuk menarik investasi, negara berkembang saat ini masih membutuhkan pemanis atau sweetener. Sehingga, kata dia, kebijakan perpajakan negara maju tak bisa dipukul rata dengan negara berkembang.
“Kita sekarang lagi kajian, harus ada pemanis lain. Jujur bahwa tidak apple to apple dong negara maju mau jadikan baseline yang sama dengan negara berkembang," ujar dia.
Menurut Bahlil, bila GMT diterapkan terlalu dini bisa mengganggu program hilirisasi yang sedang digalakkan pemerintah. Ini karena investor negara maju akan kembali berinvestasi ke negara asal mereka.
AMELIA RAHIMA SARI | ANTARA
Pilihan Editor: Zulhas Teken Perjanjian Kerja Sama Keamanan Pangan di ASEAN