TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi kerap menggaungkan kebijakan hilirisasi bahan tambang. Meski kebijakan hilirisasi sering mendapat penolakan dari beberapa pihak, namun Jokowi tetap bersikukuh untuk melakukan hilirisasi terutama di sektor mineral dan batu bara.
Sebelumnya, sejak Januari 2020, pemerintah secara bertahap melakukan hilirisasi dengan mengeluarkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Kebijakan penghiliran terbukti meningkatkan angka ekspor hasil olahan nikel hingga lebih dari 200 persen pada 2022.
Namun kebijakan tersebut mengakibatkan Indonesia harus menghadapi gugatan Uni Eropa melalui Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Uni Eropa geram karena sulit memperoleh bijih nikel dari Indonesia. Lewat laporan terbarunya, International Monetary Fund (IMF) menyarankan Indonesia menghapus kebijakan penghiliran secara bertahap.
Terbaru, PT Freeport Indonesia akan menggugat pemerintah Indonesia soal kebijakan bea keluar ekspor konsentrat tembaga. Menanggapi hal itu, Jokowi mengatakan pihaknya tetap bakal melanjutkan program hilirisasi meski ada gugatan tersebut.
"Yang jelas hilirisasi tidak akan berhenti, setelah nikel stop, masuk ke tembaga, kobalt, masuk lagi ke bauksit dan seterusnya," kata Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis, 10 Agustus 2023.
Menurut Jokowi, tidak ada satu pun negara atau organisasi yang bisa hentikan keinginan Indonesia melakukan industrialisasi hilirisasi. Sebab, hilirisasi bakal mendatangkan banyak manfaat untuk negara. Lalu sebenarnya, apa itu hilirisasi dan apa saja manfaatnya?