“Pergub tersebut tidak ada partisipasi masyarakat, oleh sebab itu harus dicabut dan dikeluarkan Pergub baru sebab penggunaan air di Jakarta ini lebih banyak digunakan oleh sektor komersial,” kata politikus PKS itu.
Apalagi, kalau yang digunakan adalah air tanah. Menurut Syarif, ini sangat berbahaya untuk Jakarta.
Sementara itu, Pengurus LPBI NU Arief Rosyid Hasan mengatakan bahwa forum diskusi tersebut diharapkan dapat membangunkan kesadaran publik tentang betapa krusialnya masalah air, bahkan dapat berdampak pada tenggelamnya Jakarta.
“Siapa yang tutup mata pada masalah alam dan lingkungan yang ada di depan mata sama dengan menyiapkan generasi anak cucu kita untuk sengsara,” katanya.
Arief mengungkapkan, berdasarkan data Kementerian PUPR di awal tahun ini, penyebab land subsidence atau penurunan muka tanah di Jakarta didominasi oleh ekstraksi berlebih air tanah.
Tak hanya itu, Kementerian PUPR juga menyebutkan bahwa Jakarta mengalami penurunan muka tanah 12-18 cm per tahun.
Sejumlah wilayah di pesisir Jakarta pada 2050 diprediksi akan tenggelam, diantaranya ialah: Kamal Muara (di bawah 3 meter), Tanjungan (di bawah 2.10 meter), Pluit (di bawah 4.35 meter), Gunung Sahari (di bawah 2,90 meter), Ancol (di bawah 1,70 meter), Marunda (di bawah 1.30 meter), dan Cilincing (di bawah 1 meter).
Pilihan editor: Harga Komoditas Batu Bara dan Sawit Anjlok, Realisasi Penerimaan Pajak di Sumsel Melambat