TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjio mengatakan bahwa bank sentral terus memperkuat kebijakan makropudensial. Tujuannya untuk mendorong penyaluran kredit atau pembiayaan dan tetap mempertahankan terjaganya stabilitas sistem keuangan.
“BI melanjutkan kebijakan makroprudensial longgar,” ujar dia di Kantor Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 1 Agustus 2023.
Kebijakan tersebut antara lain, pertama mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0 persen. CCyB adalah tambahan modal sebagai penyangga (buffer) mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit dan atau pembiayaan perbankan yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Lalu, ada Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94 persen. Serta rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 6 persen, dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5 persen.
Kedua, melanjutkan rasio Loan to Value atau Financing to Value (LTV atau FTV) Kredit atau Pembiayaan Properti paling tinggi 100 persen. LTV merupakan angka yang digunakan pemberi pinjaman, untuk menentukan seberapa besar risiko yang mereka ambil. Kebijakan itu untuk semua jenis properti kepada bank yang memenuhi kriteria Non Performing Financing (NPF) atau Non Performing Loan (NPL).
“Ketiga, melanjutkan Uang Muka Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi paling sedikit 0 persen untuk semua jenis kendaraaan bermotor baru tertentu,” ucap Perry.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan bahwa kredit perbankan pada Mei 2023 tumbuh 9,39 persen year on year (YoY). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 8,08 persen YoY.
“Kredit perbankan kembali meningkat, sehingga mendukung upaya memperkuat pertumbuhan ekonomi,” ujar dia dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran, di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, pada Senin, 10 Juli 2023.
Kenaikan pertumbuhan kredit terjadi pada semua jenis kredit sebagian besar sektor ekonomi. Destry menyebutkan seperti sektor jasa dunia usaha, pertambangan, industri, dan jasa sosial. Serta didorong oleh peningkatan permintaan, sejalan kinerja korporasi yang tumbuh tinggi serta tersedianya likuiditas dan longgarnya standar penyaluran pembiayaan perbankan.
Selain itu, kredit syariah juga tumbuh tinggi mencapai 19,45 persen YoY pada Mei 2023. Di segmen UMKM, pertumbuhan kredit terus berlanjut, yaitu mencapai 7,61 persen YoY pada periode yang sama. “Didukung realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 80,25 triliun hingga 31 Mei 2023,” kata dia.
Pilihan Editor: Rupiah Melemah, Pasar Berhati-hati Akan Ekspektasi Kenaikan Suku Bunga Acuan AS