TEMPO.CO, Jakarta - Dugaan kebocoran 24 juta data paspor WNI masih diselidiki. Namun, perusahaan keamanan siber asal Rusia mengingatkan bahwa kebocoran data bisa menyebabkan risiko jangka panjang, bahkan bisa mengubah jalan hidup siapa pun.
Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky, Adrian Hia, menjelaskan cara mengantisipasi dampak dari kebocoran tersebut. Pertama, kata dia, setelah masyarakat pemilik data menyadari bahwa telah disusupu, segera beri tahu orang terdekat tentang situasi terkini.
“Sehingga mereka dapat menghindari kemungkinan penipuan menggunakan identitas Anda, dan membantu untuk melapor ke pihak berwenang,” ujar dia lewat keterangan tertulis pada Jumat, 7 Juli 2023.
Kedua, kata Hia, segera informasikan ke pihak bank atau otoritas penerbit untuk membatalkan dan mengganti barang yang hilang atau dicuri. Hia mencontohkan seperti katur kredit/ debit, surat izin mengemudi, kartu jaminan sosial, paspor, dan lainnya.
Ketiga, segera melapor ke pihak berwenang atau otoritas hukum. Keempat, jika identitas yang dicuri digunakan pada platform media sosial, laporkan ke organisasi platform agar dapat ditindaklanjuti. “Kelima, ubah semua kata sandi akun yang terpengaruh,” ucap Hia.
Sementara, untuk isntansi pemerintahan terkait maupun perusahaan swasta di Indonesia, pintu Kaspersky selalu terbuka untuk membagikan keahlian sibernya. “Kepada organisasi mana pun, baik publik maupun swasta, untuk menghadapi tantangan semacam ini,” tutur Hia.
Hia juga mengingatkan bahwa dugaan kebocoran data paspor yang dilaporkan telah menyebarkan informasi pribadi. Informasi itu yakni nama lengkap, nomor paspor, tanggal kadaluarsa paspor, tanggal lahir, dan data rahasia lainnya yang tercantum dalam paspor Indonesia.
“Setiap saat, informasi yang bocor di tangan penjahat siber memungkinkan mereka untuk meniru atau menyebarkan penipuan rekayasa sosial,” kata dia.
Menurut Hia, dengan data yang terbuka, penjahat siber (peretas) dapat menghubungi pemilik data baik online maupun offline. Selain itu, dia menjelaskan, dapat pula hacker mengirimi puluhan pesan, menandai tempat tinggal, melakukan transasksi keuangan yang melanggar hukum dengan berpura-pura menjadi pemilik data.
“Atau menyimpan data pribadi Anda untuk menjualnya demi keuntungan finansial,” kata Hia.
Selain itu, para kriminal siber ini bahkan dapat menjual data yang diduga dicuri tersebut di web gelap. Misalnya saja, Hia mencontohkan, peneliti Kaspersky menemukan bahwa penjahat siber dapat menjual paspor yang dipindai seharga mulai dari US$ 6 hingga US$ 15 di platform gelap.
Hia mengingatkan, risiko pelanggaran data biasanya berlanjut untuk jangka panjang. Data terbuka yang digunakan oleh penjahat siber ini dapat mengubah jalan hidup siapa pun. “Bahaya ini tidak hanya terbatas pada sektor pemerintahan atau bisnis. Karena bahkan individu biasa pun dapat terpengaruh parah,” tutur Hia.
Pilihan Editor: 34 Data Paspor Indonesia Bocor, Ini Kata Wapres Ma'ruf Amin