Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, juga ikut angkat suara soal proyek BUMN yang belum bisa dimanfaatkan. “Ya berarti ada masalah yang terjadi dengan eksekusi atas PMN tersebut. Bisa karena feasibility study project yang tidak sempurna, kesalahan spec teknis dalam belanja capex, atau sebab lain,” ucap dia.
Intinya, kata Toto, setiap tahun ada juga audit BPK untuk monitoring laporan keuangan BUMN. Itu seharusnya menjadi temuan dan akan ada rekomendasi untuk perbaikan di tahun berikutnya. “Jadi kalo sampai 6 tahun masih belum juga selesai, ada persoalan serius di sini,” ucap Toto.
Dulu, Toto melanjutkan, penyaluran PMN tidak dimonitor dengan baik. Namun aturan PMN sejak 2022 sudah berubah. Regulasi baru itu mengatur bahwa persetujuan PMN harus disetujui tiga pihak, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan kementerian teknisnya.
Lalu, ada key performance indicator atau KPI yang harus dipenuhi direksi perusahaan penerima PMN. Ditambah lagi adanya monitoring dan evaluasi atas kinerja implementasi PMN. Sehingga jika hasil kinerja buruk maka usulan PMN di tahun berikutnya bisa di tunda atau dibatalkan.
“DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bisa menggunakan referensi di atas sebagai acuan atas usulan pemerintah untuk permintaan PMN,” kata Toto.
Sementara Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury hanya menjawab singkat ketika dimintai tangapan soal laporan BPK itu. Dia mengatakan bahwa proyek-proyek tersebut masih bisa diselesaikan. “Terutama untuk PMN ke PTPN dan Bulog yang ditargetkan akan bisa selesai dalam 6-12 bulan mendatang,” tutur dia kemarin.
MOH KHORY ALFARIZI | CAESAR AKBAR
Pilihan Editor: Bank Indonesia Beberkan Alasan Redominasi Rupiah Rp 1.000 jadi Rp 1 Tak Kunjung Dilakukan