TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono memberikan saran agar pemerintah melakukan langkah terobosan sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga di tahun politik yakni 2024. Pemerintah melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan atau Kemenkeu yang memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,3-5,7 persen tahun depan.
Menurut dia, pemerintah harus lepas dari ketergantungan pada pasar ekspor dan harga komoditas sebagai pendorong utama pertumbuhan. "Sehingga menjadi krusial bagi pemerintah untuk berfokus pada perekonomian domestik kita yang besar," ujar Yusuf melalui pesan WhatsApp pada Ahad, 4 Juni 2023.
Selain itu, dia juga menyarankan agar pemerintah beralih dari export-led growth menuju ke domestic demand-led growth. "Hanya dengan keberanian mengubah arah kebijakan itulah kita bisa berharap lepas dari middle income trap," tutur dia.
Yusuf menilai proyeksi dari BKF terlalu optimistis di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. Ditambah lagi, dia berujar, arah pemulihan ekonomi global cenderung masih gelap ke depan. “Stance kebijakan moneter bank sentral negara-negara besar dunia masih lebih memilih untuk meredam inflasi dengan mengorbankan pertumbuhan ekonomi,” ucap Yusuf.
Yusuf menjelaskan Amerika Serikat sebagai negara dengan perekonomian terbesar dunia, hingga kini masih terus menaikkan suku bunga. Dengan menaikkan suku bunga acuan secara agresif, bank sentral Amerika, The Fed, telah mengerek naik suku bunga acuan hingga 500 basis poin dalam rentang Maret 2022 - Mei 2023.
“Kini Fed Fund Rate (FFR) di posisi 5,25 persen dan diperkirakan akan terus bertahan tinggi di kisaran 5,25 persen hingga tahun 2024 ke depan,” ujar dia.
Inflasi Amerika Serikat, kata Yusuf, memang sudah menurun dari yang sebelumnya sempat menembus 9 persen dan kini telah di kisaran 5 persen. Namun angka ini masih tinggi dan masih jauh di atas target inflasi The Fed yang hanya 2 persen.
Artinya, Yusuf menegaskan, dengan bank sentral di banyak negara yang masih terus agresif menaikkan suku bunga acuan, maka investasi dan konsumsi akan turun. Permintaan global dipastikan semakin melemah, kejatuhan harga komoditas global berpotensi terus bertahan ke depan.
“Meski Indonesia dipandang dalam posisi yang relatif baik, salah satu yang tercerah di dunia yang gelap, namun terseretnya perekonomian Indonesia akibat resesi global tak terhindarkan,” ucap Yusuf.
Dengan resesi global dan pelemahan harga komoditas saja, menurut dia, target pertumbuhan ekonomi di Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau APBN 2023 yang 5,3 persen akan sangat sulit tercapai. Terlebih selain resesi global dan pelemahan harga komoditas, Indonesia juga akan menghadapi El Nino yang berpotensi mengerek inflasi.
“Jika suku bunga domestik kembali terdorong naik oleh inflasi, pertumbuhan kita tahun 2023 ini berpotensi akan semakin melemah,” tutur Yusuf.
Pilihan Editor: Investigasi Global ERC: Pengerukan dan Ekspor Pasir Laut Terbukti Merusak Lingkungan dan Melanggar HAM
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini