Penambangan ilegal sudah terjadi di banyak tempat
Abdi juga mengungkapkan penambangan pasir laut ilegal di sejumlah wilayah Tanah Air. Menurutnya, aktivitas penambangan sudah terjadi sebelum Jokowi meneken Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
"Iya betul (banyak penambangan ilegal). Ada info dugaan ekspor pasir kwarsa ke sebuah negara di Asia dari Natuna," ujarnya.
Kendati demikian, dia mengaku masih harus memastikan ekspor pasir laut tersebut ilegal atau bukan. Namun, ia menekankan selama ini penambangan pasir laut sudah terjadi untuk berbagai kepentingan pembangunan reklamasi.
Misalnya pembangunan dan penambangan pasir laut di Makassar New Port yang pasirnya berasal dari perairan sekitar Selat Makasar, penambangan pasir di Pulau Rupat Riau, dan penambangan di Pulau Lingga.
Di Kepulauan Riau sendiri, ia berujar moratorium ekspor pasir sudah lama dilakukan. Namun yang terjadi, penambangan pasir untuk pembangunan fasilitas swasta. Itu pun, menurutnya, sulit diawasi.
Abdi menjelaskan penambangan yang terjadi selama ini dilakukan oleh pemegang izin usaha penambangan (IUP) dari Kementerian ESDM serta Pemerintah Daerah. Baru belakangan dengan adanya Undang-undang Cipta Kerja lalu Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021, ada kewajiban pelaku usaha untuk memperoleh izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
Menurutnya, pengawasan terhadap izin IUP inilah yang selama ini lemah. Pasalnya, aktivitas penambangan pasir laut kurang mendapat pengawasan di lapangan. Padahal aktivitas penambangan tersebut amat berdampak terhadap ekologi dan kehidupan sosial masyarakat pesisir.
Abdi menuturkan imbas dari penambangan tersebut, yakni pencemaran perairan dan konflik masyarakat yang kerap kali diabaikan oleh pemerintah. "Padahal masyarakat sudah menyampaikan pengaduan dan protes," tuturnya.
RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Kata Walhi dan Greenpeace saat Diajak KKP Gabung Jadi Tim Kajian Ekspor Pasir Laut