TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja atau Aspek Indonesia, Mirah Sumirat menyebut tunjangan hari raya atau THR menjadi hal yang sedang dinanti para pekerja/buruh. Terlebih bagi mereka yang hendak mudik dan berbelanja kebutuhan lebaran. Sayangnya, kata dia, THR hanya bisa dinikmati para pekerja formal.
“Lalu bagaimana dengan pekerja seperti driver taksi online, ojek online, dan para pekerja ekspedisi yang berstatus pekerja mitra?” ujar Mirah lewat keterangan tertulis, Sabtu, 8 April 2023.
Padahal, menurutnya, pekerja yang berstatus mitra juga sama-sama merayakan hari raya. “Lalu mereka minta THR pada siapa? Seharusnya Pemerintah bisa mencarikan solusi atas permasalahan yang terjadi setiap tahun, bukan hanya memberikan himbauan kepada perusahaan yang mempekerjakan pekerja mitra,” ucapnya.
Menurut Mirah, dalam kondisi ekonomi yang kurang baik, gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK terus terjadi dan membuat pekerja formal semakin berkurang. Para pekerja korban PHK itu lantas beralih menjadi driver taksi online, ojek online, maupun kurir ekspedisi. Pekerja berstatus mitra itu, kata dia, jumlahnya mencapai sekitar 4 juta orang.
Ketua Umum Serikat Pekerja Platform Daring (SPDD), Herman Hermawan, pun mengatakan seharusnya pemerintah ikut bertanggung jawab. “Sebagai pemangku kebijakan, jangan hanya pekerja formal saja yang dibuatkan permenaker tentang THR. Para pekerja platform juga harus segera dibuatkan Permenaker agar kami memiliki payung hukum yang jelas,” ujar Herman.
Herman berujar pekerja dengan status mitra merupakan pekerja yang sangat rentan. Apalagi, aplikator masih memotong biaya aplikasi hingga 20 persen. Sementara, harga BBM subsidi juga sudah naik. Selain itu, mereka masih harus menanggung biaya angsuran dan perawatan kendaraan.
“Kami sangat rentan. Hari ini kami narik kami punya uang, hari ini tidak narik kami tidak punya uang. No work, no pay,” kata Herman. “Sampai sekarang kami juga belum punya payung hukum yang jelas. Pemerintah harus bertanggung jawab agar nila Pancasila sila kelima bisa diimplementasikan.”
Menanggapi hal ini, Afriansyah mengakui jika permasalahan pengemudi ojol sebagai persoalan baru. Sebab, UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja belum meng-cover soal profesi ojol dan sejenisnya. Namun, dia mengaku telah mengimbau ke perusahaan atau pihak aplikator untuk memperhatikan kesejahteraan mitra, seperti dengan memberikan insentif-insentif dalam bentuk lain.
“Itu solusi sebelum kami buat Undang-Undang yang fix,” ucap Afriansyah melalui sambungan telepon kepada Tempo, Sabtu, 8 April 2023.
“Jadi, pemerintah bukannya tidak ada perhatian, tapi sedang dibangun regulasinya,” ujar dia.
Afriansyah juga mengaku imbauan tersebut memang belum disampaikan secara resmi kepada pengusaha. Namun, dia mengaku sudah menyampaikan secara lisan kepada Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) untuk membantu terlaksananya kebijakan intensif hari-hari besar.
“Belum (ada surat edaran resmi). Mungkin Senin akan diberikan,” kata Afriansyah.
Pilihan Editor: Disebut Gagal Lindungi Pekerja karena tak Berikan THR Ojol, Begini Tanggapan Wamenaker
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.