Penanganan kepada para penjual ini, kata Even, dilakukan dengan memberikan peringatan terlebih dahulu. Jika tiga kali sudah tidak menghiraukan peringatan dari pihaknya, maka penjual tersebut akan di-banned.
Artinya, bukan hanya iklan atau produknya saja yang di-banned, tetapi juga toko penjual tersebut akan dibekukan.
Ia menjelaskan pembekuan sulit dilakukan otomatis jika hanya menyasara keyword tertentu. “Misal preloved, kalau kata itu di-banned, akibatnya semua barang preloved tuh bisa kena (diblokir). Sistemnya bakal babat semua barang preloved. Padahal bisa aja itu barang memang legal," tutur Even. Jangan sampai penjual yang dari awal menjual barang legal, malah terimbas negatif karena dibekukan.
Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyampaikan saat ini pihaknya terus melakukan koordinasi untuk menangani impor penyelundupan pakaian bekas dari hulu dan hilir. Koordinasi dilakukan mulai dari penyelundupannya, grosir-grosirnya, distribusi, sampai ke pedagang eceran.
Koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait penyelundupan impor pakaian bekas ini, kata Teten, memang tidak mudah. “Yang paling umum dalam dua tahun terakhir ini justru penjualan pakaian bekas di e-commerce. Sebelumnya penjualan pakaian bekas ini kan masih di offline, orang belinya masih sembunyi-sembunyi. Ketika sudah masuk di e-commerce, sudah jadi lifestyle dan terang-terangan,” ucapnya.
Pilihan Editor: Larangan Impor Baju Bekas. Teten: Kalau E-commerce Tak Ada Ampun, Pedagang Kecil Masih Boleh
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.