TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara membeberkan transaksi janggal yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu dan korporasi senilai Rp 22 triliun. Nilai tersebut sudah termasuk dalam transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang diungkap oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
“Dari Rp 22 triliun itu, Rp 18,3 triliun berkaitan dengan korporasi yang disebut perusahaan cangkang (dalam rapat PPATK, Mahfud, dan Komisi III DPR RI). Sementara Rp 3,3 triliun terkait pegawai Kemenkeu yang berkaitan dengan mutasi, promosi, panitia seleksi yang ada pegawai dari Kemenkeu yang diminta dari PPATK,” ujar Suahasil dalam Media Briefing Perkembangan Isu Kemenkeu Terkini di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, pada Jumat, 31 Maret 2023.
Suahasil itu juga menyebutkan bahwa korporasi itu adalah perusahaan yakni PT A, PT B, PT C, lalu ada PT D dan PT E, serta PT F. “PT D dan PT E ternyata perusahaan perseorangan, jadi seperti orang pribadi,” kata Suahasil.
Lebih lanjut, Suahasil merinci transaksi debit kredit operasional masing-masing perusahaan. Untuk PT A nilai transaksinya Rp 11,38 triliun, yang informasinya diminta Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu pada Februari 2022 atas kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan karena ada dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pemeriksa pajak.
“Pemeriksa pajaknya diminta datanya yang terkait, muncul nama PT A. Kita lihat transksinya Rp 11,38 triliun periodenya 2017-2018. PT A ini ternyata punya beberapa rekening,” ucap dia.
Rekening tersebut kemudian dibuka satu per satu dan dianalisis. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ditemukan aliran dana ke rekening pegawai atau keluarganya. Serta tidak ditemukan aliran dana ke rekening orang yang berkaitan dengan pegawai Pajak tersebut. Data tersebut berasal dari PPATK.
“Jadi kalau ada informasi dari PPATK, itu belum tentu detail dan jadi kasus. PT A ini adalah perusahaan perkebunan. Ini punya lima rekening dan lima-limanya dibuka, tidak ditemukan ada aliran,” ujar Suahasil.
Kemudian PT B nilai transaksinya Rp 2,76 triliun. Perusahaan ini jika dilihat dari rekap adalah PMA (penanam modal asing). Data itu diminta Itjen Kemenkeu untuk diaudit investigasi atas dugaan penerimaan uang oleh pegawai Kemenkeu. “Perusahan ini bergerak di bidang otomotif, bukan cangkang.”
Selanjutnya, PT C nilai transaksinya Rp 1,88 triliun. Datanya diminta Itjen Kemenkeu ke PPATK pada 2015 untuk pengawasan internal atas dugaan adanya benturan kepentingan. Menurut Suahasil, PT C ini juga merupakan perusahaan yang memiliki kegiatan sesungguhnya di bidang penyedian data, bukan perusahaan cangkang.
Untuk perusahaan perseorangan PT D dan PT E nilainya Rp 2,22 triliun, yang berkaitan dengan pengumpulan penerimaan negara atas inisiatif PPATK dan dilakukan analisis. Bahkan orangnya pun berinisial D kelahiran 1930-an , Suahasil berujar, sudah wafat.
Selanjutnya: Sedangkan untuk PT F nilai transaksinya...