TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah menggolongkan pekerja-pekerja yang wajib mendapatkan tunjangan hari raya atau THR. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Menaker dengan nomor M/2HK.0400/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan tahun 2023 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
"THR keagamaan diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus-menerus atau lebih, baik yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan PKWTT, PKWT, termasuk pekerja atau buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Ida saat menggelar konferensi pers, Selasa 28 Maret 2023.
Ida mengatakan untuk perhitungan besaran THR, tergantung dari masa kerja masing-masing pekerja atau buruh. Bagi pekerja yang terhitung sudah bekerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, mendapatkan THR satu bulan upah. Sementara masa kerja yang kurang dari 12 bulan maka perhitungannya, masa kerja dalam hitungan bulan dibagi 12 bulan dikali upah satu bulan.
"Jadi misalnya seorang pekerja upahnya Rp 4 juta dan baru bekerja 6 bulan, maka pekerja tersebut berhak mendapatkan THR dengan perhitungan 6 dibagi 12 lalu dikalikan Rp 4 juta, maka kira-kira si pekerja akan mendapatkan THR sebesar Rp 2 juta," kata Ida.
Sedangkan bagi buruh harian lepas, hitungan besaran THR nya dihitung apabila si pekerja telah 12 bulan atau lebih, maka upah satu bulan dihitung rata-rata upah yang diterima selama satu tahun sebelum hari raya, sementara yang belum, maka satu bulan upah dihitung berdasarkan rata-rata upah tiap bulan yang diterima selama masa kerja.
Ida melanjutkan, pekerja atau buruh yang diberikan upah menurut satuan hasil pun juga tak luput dari kewajiban THR dari pengusaha. "Untuk pekerja atau buruh ini, perhitungan upah satu bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan," kata Ida.
Lebih lanjut Ida menambahkan besaran THR yang diatur oleh Pemerintah ini sangat dimungkinkan dilebihkan oleh pengusaha, apabila ada aturan terkait THR yang berlaku di masing-masing perusahaan.
"Dalam Permenaker 6/2016 diatur, bagi perusahaan yang dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau kebiasaan yang berlaku di perusahaan tersebut, telah mengatur besaran THR yang lebih dari ketentuan peraturan perundang-undangan, maka upah diberikan sesuai aturuan dan kebiasaan perusahaan tersebut," kata Ida.
Pilihan Editor: Menaker Minta THR Diberikan ke Pekerja Paling Lambat H-7 Lebaran
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.