TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyoroti soal ketersediaan cadangan bijih nikel di Indonesia. Menurut Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey, pemerintah harus segera membatasi kadar bijih nikel yang diizinkan untuk diperjualbelikan. Terlebih untuk bahan baterai kendaraan listrik.
"Untuk menjaga ketersediaan cadangan dan optimalisasi limonit, diperlukan pembatasan kadar bijih nikel yang diizinkan untuk diperjualbelikan maksimal 1,6 persen," tuturnya di Hotel Raffles, Jakarta Selatan, Senin malam, 6 Mei 2023.
Ia menjelaskan, di Indonesia dominan berdiri smelter pirometalurgi yang mengolah bijih nikel kadar tinggi atau saprolit kadar 1,8 persen untuk bahan baku stainless steel. Sementara cadangan bijih nikel di Indonesia lebih banyak kadar rendah (limonit) untuk bahan baku EV battery.
Untuk itu, ia menilai pemerintah perlu menjaga ketersediaan cadangan dan optimalisasi limonit. Caranya dengan membatasi izin jual beli, khususnya pembatasan kadar bijih nikelnya. Pembatasan itu, menurutnya, perlu didukung dengan penerapan sanksi bagi pemasok dan juga penerima apabila maksimal kadar yang di kirim lebih dari 1,8 persen.
Lebih jauh, Meidy mengatakan pada prinsipnya APNI mendukung pembangunan hilirisasi yang tengah didorong oleh pemerintah. Namun, ia memperingatkan upaya tersebut harus sejalan dengan pembangunan hulunisasi. Karena, aktivitas produksi smelter, kata dia, membutuhkan pasokan bijih nikel dari para penambang nikel.
“Namun, para penambang nikel masih menghadapi banyak kendala di saat berjuang mengelola sumber daya alam di sektor pertambangan nikel yang notabene pengusaha nasional," ujarnya. Meidy menyebut persoalan yang dihadapi misalnya dalam hal pengelolaan tata kelola dan tata Niaga pertambangan nikel.
Seperti diketahui, Indonesia sedang berupaya melakukan hilirisasi industri nikel. Nikel merupakan salah satu bahan penting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. Sebagai penghasil nikel terbesar di dunia, Presiden Joko Widodo alias Jokowi pun ingin membangun ekosistem kendaraan listrik yang besar di dalam negeri.
Menurut Jokowi apabila itu terwujud, maka negara ini memiliki produk yang sangat dibutuhkan negara lain. Bahkan menurutnya, Indonesia memiliki seluruh komponen yang dibutuhkan dalam pembuatan mobil listrik. Dengan begitu, dia menilai Indonesia berpeluang besar memiliki ekosistem industri kendaraan listrik.
“Nikel kita punya, tembaga kita memiliki, timah kita memiliki. Semua komponen yang dibutuhkan mobil listrik itu ada di Indonesia,” kata Jokowi dalam Pembukaan Muktamar XVIII PP Pemuda Muhammadiyah Tahun 2023, Kamis, 23 Februari 2023, seperti dikutip dari Antara.
Karena itu, Jokowi menyatakan Indonesia harus mengintegrasikan hilirisasi industri nikel yang berada di Pulau Sulawesi dengan industri tembaga di Sumbawa dan Papua, serta bauksit di Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau.
Di sisi lain, mantan Gubernur DKI Jakarta itu berujar hilirisasi sumber daya alam bakal menjadi salah satu upaya menjadikan Indonesia negara maju. Karena menurut dia, sebuah negara maju biasanya dapat membuat negara-negara lain bergantung pada produk mereka.
“Jangan sampai kita sudah berpuluh-puluh tahun bahkan beratus tahun sejak VOC (masa kolonial), yang diekspor selalu bahan mentah sehingga nilai tambahnya tidak punya,” tutur Jokowi.
Pilihan Editor: Ketua MPR: Tambang Nikel Dikuasai Asing Penyebab Kemiskinan Ekstrem
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.