Sehingga dalam menentukan kapasitas layanan di salah satu fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan, bisa berdasarkan dari surat IDI. Mulai dari soal dokter ketika melakukan pemeriksaan di poliklinik rawat jalan membutuhkan waktu 6 menit pasien atau lebih.
“Jadi ketika rumah sakit menginputkan pada aplikasi kami, berapa hari dokter yang melakukan praktik? Berapa lama dalam satu hari melakukan praktik? Kemudian digabungkan dengan rekomendasi IDI terhadap waktu pelayanan standar waktu layanan,” ucap dia.
Sebelumnya, Asisten Ombudsman, Bellinda W. Dewanty, menjelaskan pihaknya mendapatkan laporan potensi maladministrasi di pelayanan BPJS Kesehatan, khususnya soal penerapan "kuota layanan” di fasilitas kesehatan. Padahal, kata dia, Ombudsman meyakini dari pihak Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan, tidak menerapkan permbatasan kuota kepada para pasien.
“Kami juga menyoroti ada peran penting dari BPJS Kesehatan dalam mengawasi "kuota layanan” penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang ada di masing-masing faskes (fasilitas kesehatan). Kami melihat BPJS Kesehatan belum maksimal dalam menerapkan fungsi pengawasan,” ujar dia.
Menurut Bellinda, BPJS Kesehatan seharusnya memastikan dan mengkoordinasikan bahwa jumlah peserta BPJS yang mengakses pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) maupun tingkat rujukan lanjutan (FKTRL) tidak mendapatkan penolakan. Jika rumah sakit A bisa melayani 30 pasien dengan rincian 20 pelayanan BPJS Kesehatan, 5 asuransi, dan 5 lainnya mandiri, seharusnya pihak BPJS Kesehatan harus memastikannya.
“Memastikan secara betul bahwa 20 peserta BPJS ini sudah terlayani dengan baik,” ucap Bellinda.
Tidak hanya sekadar pembagian “kuota layanan” saja, menurut Bellinda, karena pada praktiknya banyak masyarakat mengaku merasa ditolak. Ombudsman menilai hal itu terjadi karena tidak ada standarisasi yang menyebabkan tidak terukurnya jumlah yang sudah ditetapkan, atau yang notabenenya menjadi kemampuan rumah sakit dalam melayani setiap hari.
Dia menjelaskan, BPJS Kesehatan harus melakukan pengawasan terhadap jumlah penyelenggaraan layanan atau batasan kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan. Jika memang ada 20 pasien sehari yang mampu dilayani oleh BPJS Kesehatan dengan menggunakan kartu BPJS sejatinya memang 20 itu yang menjadi prioritas.
“Tidak ada lagi kemudian kalimat-kalimat penolakan karena tidak bisa terlayani maka digunakan kuota dari mandiri ataupun asuransi,” tutur Bellinda.
Pilihan Editor: Modus "Kuota Layanan" BPJS Tuai Sorotan Ombudsman, Bagaimana Modusnya?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini