Dia menambahkan, pola klaster akan membentuk kolaborasi baik antara koperasi dengan badan usaha yang lain. Klasterisasi juga memudahkan bantuan modal maupun pemberdayaan oleh pemerintah. Misalnya di satu daerah dibentuk koperasi berbasis klaster pertanian, klaster usaha rumahan, klaster makanan olahan, dan sebagainya. Dengan konsep klaster, kolaborasi antar badan usaha akan tercipta. Pemerintah juga mudah membina dan menyalurkan bantuan modal.
"Pengembangan koperasi tidak cukup sekedar kebijakan. Klasterisasi akan memudahkan pembinaan. Ada kolaborasi yang bisa dibangun antar-klaster. Tetapi kalau tidak ada klaster seperti sekarang, koperasi jalan sendiri-sendiri tidak ada pengawasan. Contohnya KSP banyak yang jadi masalah," tutur Subardi.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam kesempatan itu mengaku sempat bingung siapa yang menangani masalah KSP. Teten menilai KSP seharusnya hanya melayani anggota atau bersifat close loop. Namun, dalam praktiknya ada yang melakukan shadow banking, yaitu badan hukumnya KSP tapi bergerak di sektor keuangan atau open loop.
"Misalnya kalau dari pengaduan bukan mereka investasinya di perusahaan sekuritas milik Indosurya, Indosurya bukan grup. Lalu dibukukan di koperasi simpan pinjam. Jadi kami di awal-awal sempat simpang siur, ini wilayah OJK (Otoritas Jasa Keuangan) atau wilayah kami? Yang jelas ini praktik shadow banking, ini tindak pidana perbankan," tuturnya.
Oleh sebab itu, dibuatlah pengaturan pembagian kewenangan pengawasan yang termaktub dalam Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau dikenal UU PPSK/UU P2SK. Kemenkop UKM akan tetap mengawasi koperasi.
Namun, OJK akan mengawasi unit usaha koperasi yang bergerak di sektor keuangan atau open look. Misal, sebuah koperasi memiliki bank maka bank tersebut diawasi oleh OJK.
Pilihan Editor: 5 Fakta Terbaru Kasus Meikarta Usai Bos Lippo Cikarang Rapat dengan DPR, Apa Saja?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.