"Tolong ekonominya antara kajian dan kenyataan kadang-kadang sangat jauh beda. Tolong kajian-kajian sesuai realitas di lapangan supaya memberi jalan keluar yang bagus," tutur Edi.
Faisal Basri menjawab pernyataan Edi ihwal perbedaan harga CPO untuk biodiesel dan minyak goreng. Faisal yang juga merupakan ekonom senior INDEF itu menjelaskan harga CPO yang ditetapkan di KPB bukan harga jual di dalam negeri. Musababnya, pemerintah menerapkan kebijakan pajak ekspor. Sehingga setelah dibebankan pajak tersebut, harga menjadi turun. Itu lah harga jual untuk industri minyak goreng.
"Jadi ada dua harga itu nyata adanya, Pak Edi, Masya Allah. Jadi mohon sekali lagi, analis kebijakan atau yang membuat kebijakan, konsep ini dasar sekali," kata Faisal Basri dalam kesempatan sama.
Adapun soal subsidi minyak goreng, Faisal menjelaskan pemerintah memang pernah memberikan subsidi namun hanya sedikit dan sebentar. Itu pun, menurut Faisal, penyalurannya tidak lancar. Kemudian setelah subsidi dicabut, harga minyak goreng kembali dilepas ke pasar.
Adapun soal klaim Kementerian ESDM bawa dana insentif untuk biodiesel berasal dari pengusaha sawit sendiri, Faisal mengungkapkan 40 persen dari dana yang dihimpun BPDPKS bersumber dari petani. Meski pengusaha yang membayar pajak ekspor, Faisal menekankan pajak tersebut dibebankan kepada petani karena pengusaha telah memotong harga di level petani.
"Undang-undang itu pun dari dulu sampai sekarang 'dari sawit untuk sawit', bukan dari pertanian untuk energi," ucap Faisal.
RIANI SANUSI PUTRI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.