TEMPO.CO, Jakarta - Kondisi perekonomian global pada 2023 sedang menurun. Segara Research Institute menilai keberpihakan pada usaha kecil, mikro, dan menengah atau UMKM bisa menjadi solusi.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam mengatakan tahun 2023 diyakini sebagai tahun yang suram, meski perkembangan pada akhir 2022 menunjukkan sedikit tanda-tanda yang menggembirakan, seperti tekanan inflasi di global yang mereda.
Baca: Daftar Lengkap Bank Syariah di Indonesia, Mulai BSI hingga BJB Syariah
“Tahun 2023 tetap diliputi ketidakpastian yang tinggi. Berbagai lembaga keuangan internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 tidak akan lebih dari 3 persen,” kata Piter lewat keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Sabtu, 4 Februari 2023.
Momentum berakhirnya pandemi, lanjut dia, idealnya bisa dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara maksimal. Namun, dia menilai kondisi perekonomian global yang sedang menurun menjadikan upaya ini menjadi tidak mudah.
“Inilah tantangan perekonomian di tahun 2023, ‘memaksimalkan pertumbuhan ekonomi di tengah lesunya perekonomian global’,” tutur Piter.
Dia melanjutkan, ketika tren perekonomian global menurun, pertumbuhan ekonomi tentunya akan lebih bersandar pada perekonomian domestik. Ketika global supply chain (rantai pasok dunia) terganggu, harapan beralih kepada pengembangan domestic supply chain (rantai pasok lokal).
“Ketika banyak perusahaan besar tidak berdaya ditengah hantaman global, UMKM kembali menjadi tempat berpaling. Pengembangan domestic supply chain dan keberpihakan kepada UMKM bisa menjadi alternatif strategi untuk tetap bisa memacu pertumbuhan ekonomi di tengah lesunya perekonomian global,” papar Piter.
Menurut Piter, dukungan sektor keuangan terhadap alternatif strategi tersebut sangat dibutuhkan. Industri Jasa Keuangan memang harus tetap mengedepankan kehati-hatian, kata dia, tetapi untuk memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi juga dibutuhkan terobosan-terobosan.
Dia pun berharap ada kebijakan inovatif dari Otoritas Jasa Keuangan atau OJK yang bersifat counter cyclical. Menurutnya, OJK telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang cukup suportif pada perekonomian selama pandemic.
“Tidak berlebihan apabila kita kembali berharap bahwa OJK juga mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan terobosan yang akan memaksimalkan pertumbuhan ekonomi pasca pandemi,” tutur dia.
Baca: YLKI Sebut Larangan Penjualan Rokok Ketengan Bakal Mengikis Dua Hal Ini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.