TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkapkan ada delapan koperasi simpan pinjam bermasalah yang sedang diurus oleh kementeriannya. Ia menyebut total dana kerugian dari koperasi bermasalah tersebut mencapai Rp 26 triliun.
"Harus diakui kami kesulitan untuk menyelesaikan koperasi bermasalah ini, karena tidak ada mekanisme penyelesaian koperasi bermasalah. Tidak seperti mekanisme penyelesaian di sektor keuangan lainnya, seperti perbankan," tutur Teten Masduki dalam konferensi pers kinerja dan outlook 2023, di kantornya pada Senin, 26 Desember 2022.
Ia menjelaskan dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 1992, Kementerian Koperasi dan UKM tidak memiliki kewenangan pengawasan. Sebab, pengawasan koperasi berada di tangan pengurus koperasi itu sendiri. Sehingga koperasi itu mengawasi dan meregulasi lembaganya sendiri.
Masalahnya, kata Teten, saat koperasi membesar, hubungan antar anggota koperasinya tidak sekompak atau seideal yang diasumsikan. Maka sistem pengawasan tidak bisa dilakukan untuk menyelesaikan koperasi bermasalah.
Karena itu, Teten menilai tidak ada solusi jangka pendek untuk menuntaskan masalah koperasi. Ia sudah coba membujuk koperasi-koperasi lain yang sehat untuk ikut menyelesaikan, tapi tidak ada yang mau. Selain itu, Kementerian Koperasi dan UKM juga sudah mencari investor baru untuk masuk mendanai koperasi, namun tidak ada yang menyanggupi.
"Karena itu yang kami tawarkan adalah solusi jangka menengah-panjang dengan mendorong penguatan atau perbaikan regulasi perkoperasian," ujarnya.
Kini pihaknya tengah melakukan inovasi kelembagaan dan pengembangan ekosistem melalui penguatan regulasi RUU Perkoperasian. Progresnya hari ini, kata dia, kementeriannya telah membentuk kelompok kerja untuk membahas legal draft maupun naskah akademinya. Teten juga mengaku sudah melakukan konsultasi publik dan berkoordinasi dengan para stakeholder yang relevan, termasuk dengan parlemen. Dia berharap revisi RUU Koperasi dapat segera tuntas tahun depan.
Sementara itu, Satgas Penanganan Koperasi bermasalah sudah melakukan koordinasi lintas Kementerian dan lembaga. Mahkamah Agung (MA) pun mendengar dan mengakomodasi masukan dari Satgas lewat Surat Edaran (SE) MA Nomor 1 Tahun 2022. Dalam SE itu, disebutkan permohonan pernyataan pilit dan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap koperasi hanya bisa dilakukan oleh Menteri yang membidangi koperasi.
"Jadi kalau nanti ada pengurus koperasi yang nakal yang merampok uang anggota, mereka tidak bisa lagi sewenang-wenang mengajukan PKPU atau pailit hanya dengan beberapa anggota dan mengorbankan anggota yang mayoritas. Ini saya kira merupakan sebuah terobosan yang besar," ucap Teten.
Sistem tersebut sama dengan mekanisme pada sektor perbankan, yakni PKPU atau kepailitan pada bank, hanya bisa dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Baca Juga: Teten Ajak NU Bentuk Koperasi Syariah Agar Tak Jalan Sendiri-sendiri
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.