Dari kerugian negara tersebut, terdapat kerugian negara sebesar Rp 2.952.526.912.294,45 yang merupakan beban kerugian yang ditanggung pemerintah dari diterbitkannya PE atas perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar (Rp 1.658.195.109.817,11), Grup Permata Hijau (Rp 186.430.960.865,26) dan Grup Musim Mas (Rp 1.107.900.841.612,08).
Kedua, dampak kerugian perekonomian negara karena memberikan dampak kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng yang menimbulkan beban tinggi terhadap perekonomian yang dirasakan oleh masyarakat dan perusahaan yang yang menggunakan bahan baku produk turunan CPO.
Berdasarkan Laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal dan Kerugian Perekonomian Negara Akibat Korupsi di Sektor Minyak Goreng dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada pada 15 Juli 2022, terdapat kerugian perekonomian negara akibat kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng seluruhnya. Nilainya sebesar Rp10.960.141.557.673 yang terdiri dari kerugian rumah tangga sebesar Rp1.351.911.733.986 dan kerugian dunia usaha Rp9.608.229.823.687.
4. Kronologi kasus
Kasus ini berawal ketika Kejaksaan Agung menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi minyak goreng yang akhirnya menyebabkan kelangkaan hingga kerugian perekonomian negara.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Supardi menyatakan dirinya telah memerintahkan 10 jaksa penyelidik untuk memantau dugaan korupsi dari kelangkaan minyak goreng di Tanah Air.
Pemantauan itu, kata Supardi, dilakukan jauh sebelum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan perkara dugaan tindak pidana korupsi minyak goreng ke Kejagung.
"Sebelum dilaporkan ke kami, kami sudah lakukan pemantauan sejak kelangkaan itu terjadi. Tapi ya tidak apa-apa, kalau mau buat laporan juga ke kami ya," ucap Supardi ketika dihubungi pada pertengahan Maret lalu.
5. Sebanyak 160 Eksportir diselidiki
Berikutnya, setelah beberapa lama, Supardi memanggil sejumlah eksportir minyak goreng dari total 160 eksportir yang diselidiki. Ia menduga ada perbuatan melawan hukum terkait kebijakan wajib pasok kebutuhan minyak goreng dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
Kejagung melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka perkara ini pada April 2022. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan, penyidik Kejagung menemukan fakta hukum ada dugaan gratifikasi pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan kepada anak usaha Wings Food Group yaitu PT Karya Indah Alam Sejahtera dan PT Mikie Oleo Nabati Industri.
"Jadi disinyalir ada gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan PE tersebut dari Kemendag kepada PT Karya Indah Alam Sejahtera dan PT Mikie Oleo Nabati Industri," kata Ketut dalam keterangan resmi di Jakarta beberapa waktu lalu.
Saat itu Ketut menjelaskan, PT Karya Indah Alam Sejahtera dan PT Mikie Oleo Nabati Industri itu tidak memenuhi syarat DMO-DPO untuk melakukan ekspor. Namun begitu, dua perusahaan itu tetap diberikan izin oleh Kementerian Perdagangan untuk mengekspor.
BERBAGAI SUMBER | MOH KHORY ALFARIZI
Baca juga: Klarifikasi BPDPKS Soal Utang Rp 300 Miliar Subsidi Minyak Goreng Murah ke Peritel
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.