TEMPO.CO, Jakarta - Nasabah PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau Wanaartha Life, Johannes Sipahutar alias Parulian, berencana mengajukan gugatan kepailitan ke Pengadilan Niaga terhadap perusahaan asuransi Wanaartha. Gugatan ini berkaitan dengan gagal bayar premi asuransi yang nilainya sampai miliaran per nasabah.
“Ya saya rencananya mengusulkan seperti itu (gugat kepailitan),” ujar dia di kantor Tempo pada Jumat, 9 Desember 2022.
Namun, Parulian harus mengkonsolidasikan rencana itu dengan nasabah lain serta mencari informasi lebih lanjut soal langkah hukum yang akan diambil. Ia mengantisipasi terjadi salah kaprah nasabah bahwa gugatan kepailitan berujung merugikan.
Baca juga: Korban Wanaartha Life Mayoritas Lansia, Ikut Asuransi Pakai Dana Pensiun
Rencana gugatan muncul setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha Wanaartha Life, Senin, 5 Desember 2022. Wanaartha Life tidak mampu menutup selisih kewajiban dengan aset, baik melalui setoran modal oleh pemegang saham pengendali maupun dengan mengundang investor.
Setelah izinnya dicabut, Wanaartha Life harus menghentikan kegiatan usahanya. Wanaartha Life juga wajib menyusun dan menyampaikan neraca penutupan kepada OJK paling lambat 15 hari setelah pencabutan izin usaha, menyelenggarakan rapat umum pemegang saham (RUPS) paling lambat 30 hari setelah pencabutan izin untuk memutuskan pembubaran badan usaha dan membentuk tim likuidasi, serta melaksanakan kewajiban lain sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pencabutan izin itu, kata Parulian, adalah kesempatan bagi nasabah mempailitkan perusahaan tanpa harus meminta izin kepada OJK. Parulian meyakini pencabutan izin usaha Wanaartha Life tidak akan menghilangkan status badan hukumnya.
Duit Miliaran Milik Pemegang Polis Wanaartha
Adapun Parulian memiliki tiga polis atas namanya dirinya dan istri dengan premi Rp 1,1 miliar. Dia juga memiliki dua polis lainnya atas nama adik iparnya senilai Rp 200 juta. Sehingga, total keseluruhan polis keluarga Parulian adalah Rp 1,3 miliar.
“Semua adalah single premi one time transfer. Jangka waktunya tiga tahun untuk atas nama istri dan saya, serta satu tahun yangh atas nama adik ipar. Tapi sudah jatuh tempo lama sejak Agustus 2020. Dan sampai sekarang tidak jelas,” ucap Parulian.
Nasabah lainnya, Freddy Handoyo, mengaku telah memiliki beberapa polis. Polis pertama atas nama dirinya senilai Rp 1,5 miliar. Kemudian atas nama istrinya Rp 200 juta dan atas nama anaknya senilai Rp 300 juta. Sehingga, totalnya Rp 2 miliar.
Saat pertama kali ikut berinvestasi di Wanaartha Life, dia berharap imbal hasil yang diperoleh bisa menghidupinya sehari-hari. Perusahaan itu menjanjikan imbal hasil sampai 10 persen per tahun. Dengan perhitungannya, dari total polis, ia akan menikmati manfaat Rp 10 juta per bulan.
“Ini untuk berdua bersama istri. Di masa tua, kami dengan istri yang usianya 60-an tahun lebih Rp 10 juta per bulan cukup buat kami. Ternyata kasusnya terjadi seperti ini,” tutur pria yang tergabung dalam Perkumpulan Pemegang Polis Wanaartha (P3W) itu.
Baca juga: Ini Janji Bos OJK Usai Cabut Izin Wanaartha Life
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.