TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Dewan Pengurus Pusat Serikat Petani Indonesia (SPI), Mujahid Widian menilai impor beras yang dilakukan oleh pemerintah adalah ironi. Pasalnya, beras impor akan datang dalam waktu dekat atau awal 2023 yang berbarengan dengan waktu panen raya di sejumlah wilayah di Tanah Air.
"Kalau sudah impor, bagaimana nasib petani nantinya? Terlebih lagi di awal tahun 2023 nanti beberapa wilayah sudah menyatakan akan panen raya,” kata Mujahid ketika dihubungi, Selasa, 6 Desember 2022.
Baca Juga:
Baca: Jokowi Wanti-wanti Soal Hitungan Soal Beras: Jangan Sampai Keliru, Tidak Ada Cadangan ...
Masalah klasik pemicu impor
Ia menilai impor beras merupakan cerminan dari belum ditanganinya persoalan pangan di Indonesia secara komprehensif. Permasalahannya pun masih klasik, kata dia, yakni perbedaan data antara kementerian maupun lembaga.
Padahal, persoalan ini sudah diantisipasi dengan penggunaan data tunggal agar terhindar dari tarik-menarik kepentingan. Menurut dia, persoalan cadangan beras pemerintah seharusnya dapat diantisipasi lebih baik dengan melakukan beberapa perubahan kebijakan.
Pertama, perubahan soal harga pembelian pemerintah atau HPP beras dan gabah. Ia menilai HPP sudah tidak relevan dan harus segera direvisi.
Dengan harga dan persyaratan pembelian gabah dan beras yang berlaku saat ini, petani lebih memilih menjual komoditasnya ke tengkulak ketimbang pada Bulog. Bulog juga seharusnya bisa bekerja sama dengan koperasi-koperasi petani untuk merancang skema penyerapan beras. Namun hal ini hanya bisa terjadi setelah HPP mencerminkan harga yang adil baik bagi petani maupun pemerintah.
Kedua, ketersediaan lahan pangan di Indonesia. Saat ini Indonesia dihadapkan pada laju konversi lahan pangan yang masif. Oleh karena itu perlu upaya serius untuk mempertahankan lahan pangan yang ada.
Selanjutnya: "Benar ada UU Perlindungan Lahan..."