Hal senada disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko. Ia menilai rencana pemerintah dalam mengubah PP 36 tahun 2022 akan merugikan banyak pihak.
Ia bahkan menduga ada pihak ingin mengganggu industri padat karya. "Saya pikir kalau presiden mengatakan tahun depan itu sulit, harusnya paham. Jangan bisa diakomodir oleh menteri atau orang-orang yang menurut saya mengganggu industri padat karya," kata dia.
Menurut dia, pemerintah juga harus berpikir ulang, terlebih saat ini sedang terjadi pemutusan hubungan kerja massal di sejumlah perusahaan industri padat karya. Bila perusahaan terus tertekan, akan lebih banyak pabrik-pabrik yang tutup.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSYFI), Redma Gita Wirawasta menilai perubahan aturan PP Nomor 36 Tahun 2021 hanya memperpanjang keterpurukan dunia usaha tekstil. "Ini juga akan membuat membuat buruk citra kita di mata investor, kok ada hukumnya tapi berubah-ubah," katanya.
Saat ini situasi industri hulu di sektor tekstil tengah berusaha bertahan dari krisis di tengah kondisi cash flow yan seret karena persaingan pasar yang semakin ketat dan turunnya penurunan pesanan, ditambah lagi beban biaya listrik, pajak, hingga upah karyawan.
Bahkan, sudah ada beberapa perusahaan yang sudah tidak kuat beroperasi dan akhirnya mem-PHK karyawan. "Kalau pemerintah konsisten dengan aturan-aturan yang sudah dijalankan, saya kira ke depan kita tidak akan terpuruk terlalu dalam," tuturnya.
Baca juga: Kemnaker: Gubernur Akan Umumkan Besaran Upah Minimum 2023 Bulan Ini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.