TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani merespons rencana pemerintah menaikkan upah minimum provinsi atau UMP pada tahun 2023.
Ia meminta pemerintah tetap menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai dasar dalam menetapkan UMP maupun upah minimum kabupaten/kota (UMK).
"Dengan adanya rencana penetapan formulasi baru dalam penghitungan kenaikan UMP atau UMK 2023, berarti pemerintah menganulir upaya bersama yang dimotori pemerintah sendiri dalam penyusunan UU Cipta Kerja," kata Hariyadi Sukamdani dalam konferensi pers secara virtual pada Rabu, 16 November 2022.
Baca: Bos Kadin Setuju UMP 2023 Perlu Dinaikkan, Tapi Jangan Membebani Pengusaha
Menurut Hariyadi, jika bukan PP 36 tahun 2021 yang dijadikan basis perhitungan UMP, pelaku industri padat karya seperti tekstil, garmen, hingga alas kaki diprediksi bakal gulung tikar. Sebab, mereka tak lagi mampu memenuhi ketentuan legal formal karena tak mampu membayar kenaikan upah tersebut.
Baca Juga:
Demikian juga dengan para pelaku usaha UMKM yang terpaksa menjalankan usaha secara informal, menurut dia, bakal sulit mendapatkan dukungan program program pemerintah dan akses pasar yang terbatas.
Selain itu, kata Hariyadi, pencari kerja pun akan kesulitan karena butuh waktu tunggu lebih lama untuk mendapatkan pekerjaan formal yang layak. Hal ini karena lapangan kerja akibat sistem pengupahan yang tidak kompetitif.
Tak hanya mendesak agar PP Nomor 36 Tahun 2021 yang dijadikan sebagai acuan, Apindo meminta pemerintah menetapkan UMP dan UMK berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan perubahannya UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020. Apalagi, saat ini prospek dunia masih belum jelas lantaran kondisi ekonomi global yang semakin lesu dan ancaman resesi di tahun depan.
Selanjutnya: Hal senada disampaikan oleh Ketua Aprisindo..