4. Usul Utang ke Cina
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo mengatakan tengah mendiskusikan besaran pembengkakan biaya atau cost overrun proyek kereta Cepat Jakarta - Bandung antara US$ 1,1-1,9 miliar. Pihaknya mengusulkan utang ke Cina untuk mengatasi pembengkakan biaya tersebut.
"Dalam pembahasan di Beijing kita mengusulkan proporsi tetap 25 (ekuitas): 75 pinjaman CDB (China Development Bank). Di mana dari 25 persen tersebut, 60 persen adalah porsi ekuitas konsorsium Indonesia," kata Kartika saat dihubungi pada Minggu, 31 Agustus 2022.
Dia mengatakan sesuai Peraturan Presiden 93 tahun 2021, telah dibuka jalur untuk penambahan ekuitas porsi Indonesia, yang saat ini mulai diproses melalui pengajuan PMN ke KAI, setelah adanya dukungan Komite Kereta Cepat.
Menurut dia, porsi pinjaman CDB akan diajukan setelah melakukan pengkinian studi kelayakan, memasukkan besaran pembengkakan biaya, asumsi jumlah penumpang, dan biaya operasi. Hal itu tengah disusun oleh PT Kereta Indonesia China (KCIC) dan segera diajukan ke CDB sebelum September 2022 mendatang.
"Dalam Perpres juga dibuka opsi dukungan Pemerintah kepada KAI sebagai pimpinan konsorsium, dalam hal KAI mengajukan pinjaman tambahan untuk KCIC," ujar pria yang akrab disapa Tiko tersebut.
Ia juga mengatakan pencairan penyertaan modal negara (PMN) kepada KAI sudah dirapatkan. "Dan segera diproses tindak lanjutnya."
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo sebelumnya mengatakan pemerintah optimistis proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) bisa beroperasi pada 2023.
"Kami yakin kereta cepat segera bisa beroperasi, mudah-mudahan di tahun depan," ujarnya dalam media briefing yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa 26 Juli 2022.
Ia menegaskan pihaknya bersama Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi saat ini terus melakukan pengawasan secara ketat dalam proyek KCJB. Pasalnya, proyek KCJB menjadi salah satu tujuan dari kunjungan Presiden Tiongkok Xi Jinping saat KTT G20 di Indonesia pada November 2022.
Menurut Wahyu, yang juga Ketua Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), sebagian besar konstruksi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sudah rampung. "Yang mungkin sedang dikerjakan saat ini adalah yang di deponya itu. Stasiun-stasiun juga sudah mulai dikerjakan," ungkapnya.
5. Potensi Merugi 30 Tahun
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, memperkirakan KCIC akan merugi selama 30 tahun ke depan. Penyebabnya pengembalian biaya belanja modal atau capital expenditure yang depresiasinya sekitar 30 tahun serta kenaikan biaya operasi setiap tahun akibat faktor inflasi, upah minimum, dan lainnya.
Dengan kondisi itu, ia menyarankan pemerintah dan KAI mengatur strategi guna mengalihkan penumpang dari moda lain, seperti KA Argo Parahyangan dan jalan tol, ke kereta cepat. Dengan demikian, target penumpang pada masa operasi bisa terpenuhi. "KAI harus bisa mengelola dan memilih skenario yang tepat untuk pemasaran kereta cepat," ujar Deddy.
Pengoperasian kereta cepat Jakarta - Bandung diproyeksikan tekor atau mengalami cash deficiency pada tahun-tahun awal pengoperasiannya. Kekurangan kas itu diprediksi terjadi karena penerimaan dari pengoperasian tidak sebanding dengan pengeluaran, antara lain untuk pembayaran utang awal proyek, utang tambahan akibat cost overrun, dan bunga utang.
Proyeksi itu pun dihitung dengan asumsi pengoperasian berjalan sesuai dengan target, misalnya jumlah penumpang mencapai 31 ribu orang per hari. Sejumlah pengamat memperkirakan asumsi tersebut terlalu optimistis sehingga cash deficiency pun diprediksi bisa lebih besar dari yang diproyeksikan.
Guru besar bidang transportasi dari Universitas Indonesia, Sutanto Soehodho, ragu estimasi jumlah penumpang harian kereta cepat itu bisa tercapai. Untuk moda kereta antarkota, menurut dia, estimasi 10 ribu penumpang per hari saja sudah cukup tinggi. Apalagi, ia mengatakan, sepur kilat itu tidak mengantar penumpang dari Jakarta ke Bandung, melainkan hanya sampai Padalarang.
Belum lagi moda transportasi anyar itu pun harus bersaing dengan moda-moda yang sudah ada saat ini. Faktor lainnya, ongkos kereta cepat jauh lebih tinggi ketimbang pilihan moda lainnya. "Jadi, 31 ribu itu kurang masuk akal. Kalaupun Argo Parahyangan ditutup dan orang dipaksa naik kereta cepat, memangnya penumpangnya sampai 31 ribu?"
Sutanto pun sepakat bahwa, secara finansial, defisit kas yang perlu ditanggung KCIC bisa lebih tinggi dari proyeksi saat ini. Dari sisi ekonomi pun, ia menilai, kerugian finansial yang perlu ditanggung perseroan atau pemerintah nantinya menjadi kurang berarti karena tidak banyak wilayah yang menikmati dampak dari sepur kilat.
"Solusinya adalah proyek ini harus dikembangkan. Kalau hanya sampai Bandung, proyek ini kurang bermakna dalam hal ekonomi dan mungkin tidak berkelanjutan. Kita kurang hati-hati di situ," ujar Sutanto.