TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan terjadi kenaikan harga gabah di level petani lantaran biaya produksi yang meningkat. Kenaikan harga gabah dan biaya produksi relatif sama, yakni berkisar 15 hingga 20 persen.
"Biaya yang naik mulai benih, pupuk, biaya olah lahan, traktor, tenaga kerja dan sewa lahan," ucapnya kepada Tempo, Kamis, 13 Oktober 2022.
Ia menyebutkan kenaikan harga gabah terjadi, baik pada gabah kering panen (GKP) maupun gabah kering giling (GKG) sebesar Rp 1.000 per kilogram. Sebelumnya, harga gabah berkisar Rp. 4.500 per kilogram dan naik menjadi Rp. 5.500. Bahkan, kata dia, ada petani yang mendapatkan harga mencapai Rp 6 ribu per kilogram.
Kenaikan harga gabah pun turut mengerek harga beras di tingkat konsumen. Terlebih, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada September lalu telah menambah biaya angkut. SPI mencatat sebelum harga BBM naik, harga beras sebetulnya sudah mengalami kenaikan sekitar Rp 1.000 per kilogram.
Kemudian setelah harga BBM naik, kenaikan terjadi lagi sekitar Rp 500 per kilogram. Artinya, dari harga sebelumnya di kisaran Rp 8.500 sampai Rp 9 ribu per kilogram menjadi Rp 10 ribu hingga Rp 10.500 per kilogram.
Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia, Dwi Andreas Santosa menilai tingginya harga beras saat ini disebabkan harga GKP telah meningkat tak sejak Juli 2022. Pada Juni 2022, Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia mencatat harga GKP di sentra produksi di 47 kabupaten Rp 3.984 per kilogram, lalu meningkat lagi pada Juli harganya langsung melonjak ke Rp 4.783 per kilogram.
"Ketika harga GKP melonjak itu, saya sudah sampaikan ke teman-teman di pemerintah hati-hati ini dengan beras. Karena lonjakannya ini sangat tinggi kan," ujarnya saat dihubungi Tempo, Rabu, 12 Oktober 2022.
Pada Agustus 2022 pun, harga GKP kembali naik menjadi Rp 5.057 per kilogram dan pada September, harganya sudah Rp 5.088 per kilogram. Bahkan, kata dia, laporan terakhir dari jaringan tani miliknya menyatakan di beberapa tempat harga GKP sudah di atas Rp 6 ribu per kilogram.
Lonjakan harga gabah itu menurutnya sebentar lagi akan berimbas pada kenaikan harga beras yang lebih tinggi lagi. Terlebih pada musim paceklik, di mana tingkat konsumsi jauh melampaui tingkat produksi, masih akan berlansung dalam lima bulan ke depan.
Andreas pun menyayangkan langkah pemerintah yang tak gesit menyerap stok pada Juni 2022 lalu ketika harga GKP sedang jatuh-jatuhnya. Padahal, menurutnya, stok pemerintah saat itu hanya sekitar 1 juta ton, sedangkan pada Juni lalu terjadi panen raya sehingga stok rata-rata bisa melampaui 2 juta ton.
"Jadi kita sekarang mengalami persoalan yang paling tidak, kondisi pangan kita tidak baik-baik saja, terutama untuk beras,"
Andreas berujar kenaikan harga beras memang tak mungkin dihindari. Meski imbasnya besar terhadap inflasi, menurut dia pemerintah tetap bisa mengakalinya dengan mendorong subtitusi beras, seperti gandum. Asalkan, kata dia, pemerintah tak memilih opsi impor karena akan merugikan petani dan menurunkan semangat produksi dalam negeri.
Baca Juga: BPS: Harga Gabah Kering di Tingkat Petani Naik Tipis Sepanjang Juli
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.