TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menantang seratus ekonom untuk meramal besaran harga minyak mentah dunia pada 2023 yang masih akan membebani APBN. Tantangan ini ia sampaikan dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Rabu, 7 September 2022.
"Coba saya tanya, serartus ekonom yang berkumpul dalam sarasehan ini, saya mau tanya proyeksi minyak anda tahun depan seperti apa, cara hitungnya, bagaimana, saya ingin tahu saja," kata Sri di acara itu, Rabu.
Memperkirakan harga minyak dunia ke depan, kata Sri Mulyani, masih sangat sulit. Sebab, harga minyak masih akan terimbas kondisi geopolitik dari perang Rusia dan Ukraina. Minyak menjadi salah satu instrumen dalam peperangan tersebut. Di sisi lain, sejumlah negara di Eropa telah mengembargo minyak dari Rusia sejak 2022 yang bakal berefek ke rantai pasoknya.
Sri mengatakan Kementerian Keuangan sudah berusaha menghitung proyeksi harga minyak dunia untuk menentukan rancangan belanja negara dalam APBN 2023. Basis perhitungan itu adalah data International Energy Agency hingga konsensus Bloomberg.
"Subsidi yang kita akan sediakan di tahun depan masih cukup signifikan lebih dari Rp 340 triliun dan itu berasumsi bahwa harga minyak akan ada di kisaran sekitar US$ 90 dolar. Tentu kita juga melihat ketidakpastian mengenai outlook dari harga minyak," ujar Sri.
Mantan bos Bank Dunia ini melanjutkan, perkiraan harga minyak dalam APBN 2023 yang sebesar US$90 per barel atau turun dari APBN 2022 yang sebesar US$100 per barel dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, ekonomi negara-negara maju akan memasuki masa resesi pada tahun depan sehingga konsumsi minyak dunia turun.
"Sehingga kita akan lihat bahwa kalau seandainya outlook negara negara maju itu masuk resesi pasti permintaan terhadap minyak menjadi turun maka pressure terhadap kenaikan harga diperkirakan atau diharapkan akan turun," ujar Sri.
Kedua, belum ada tanda-tanda perang Rusia dan Ukraina berakhir pada tahun depan. Walhasil, harga minyak juga masih akan terus bergejolak. Artinya, dia melanjutkan, hanya minyak masih tidak pasti.
Karena itu pada 2023, pemerintah masih berupaya menyehatkan APBN dengan menjaga belanja, utamanya di sektor-sektor yang produktif demi menopang daya beli masyrakat. Total belanja tahun depan pun masih dipatok di atas Rp 3.000 triliun.
Adapun pemerintah sebelumnya menetapkan belanja pada 2023 sebesar Rp 3.041,7 triliun. Angka ini turun ketimbang proyeksi belanja negara 2022 sebesar Rp 3.169,1 triliun. Meski belanja besar, pendapatan juga ditargetkan sebesar Rp 2.443,6 triliun. Dengan demikian, defisit APBN hanya 2,85 persen dari porduk domestik bruto.
"defisit itu bukan tanpa konsekuensi, saya rasa diantara 100 ekonom yang kumpul hari ini mungkin banyak juga yang sangat kritis mengenai masalah defisit dan utang, dan saya rasa INDEF termasuk yang kritikal terhadap itu, jadi saat ini kami sangat hati-hati mengikuti anda semua," ujar Sri.
Baca: BI Sebut Stagflasi Akan Terus Mengemuka: Inflasi Tinggi, Ekonomi Tertekan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.