TEMPO.CO, Antara - Ekonom Universitas Brawijaya, Nugroho Suryo Bintoro, meminta pemerintah mewaspadai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap pertumbuhan ekonomi. Ia mengatakan kebijakan ini bisa menghambat perekonomian masyarakat pada masa pemulihan pandemi Covid-19.
"Untuk masalah yang harus diantisipasi adalah terkait target pertumbuhan ekonomi karena besar kemungkinan akan menjadi ancaman. Saat ini, kita masih dalam kondisi pemulihan," kata Nugroho kepada Antara, Sabtu, 3 September 2022.
Pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi Pertalite menjadi Rp 10 ribu per liter dari sebelumnya Rp 7.650 per liter. Penyesuaian itu dimulai pada Sabtu, 3 September, pukul 14.30 WIB.
Selain Pertalite, BBM bersubsidi Solar juga mengalami penyesuaian harga dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter. Sedangkan BBM non-subsidi jenis Pertamax naik dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.
Nugroho menjelaskan, pengguna BBM subsidi jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax mayoritas merupakan masyarakat kelas menengah dan masyarakat menengah ke bawah. Masyarakat ekonomi kelas menengah yang menahan konsumsi itu, kata dia, adalah yang perlu diwaspadai.
"Karena ini bukan lagi konsumsi makanan, tapi kita bicara sektor sekunder dan tersier yang memiliki banyak nilai tambah," katanya.
Ia juga menambahkan, salah satu sektor yang akan terganggu akibat kenaikan harga BBM tersebut adalah pada penjualan kendaraan bermotor bekas. Selain itu, sektor pariwisata ikut terkena dampak penyesuaian harga BBM.
Masyarakat yang akan melaksanakan kegiatan rekreasi disinyalir menahan pengeluaran di daerah tujuan wisata akibat dampak kenaikan biaya perjalanan dari agen wisata. "Rangkaian itu yang kemudian menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan terganggu, sementara kita juga masih dalam kondisi pemulihan. Ini yang berbahaya," ujarnya.
Selain itu, kata Nugroho, dampak lanjutan akibat penyesuaian harga BBM adalah kenaikan harga bahan pokok. Ini karena biaya distribusi juga ikut mengalami kenaikan.
"Proses distribusi akan tetap berjalan, yang menjadi pertanyaan apakah kenaikan harga BBM juga berpengaruh terhadap harga jual akhir komoditas penting itu," ujarnya.
Ia menambahkan, jika harga bahan pokok penting tersebut mengalami kenaikan dan inflasi tahun ke tahun di bawah pertumbuhan ekonomi, kondisi ini akan mengganggu daya beli masyarakat Indonesia. "Ketika inflasi lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi, maka itu akan mengganggu daya beli masyarakat dan itu tidak boleh terjadi. Itu harus diwaspadai pemerintah," katanya.
ANTARA
Baca: Harga BBM Naik, Erick Thohir Telepon Direksi Pertamina Minta Bersiaga 3 Hari ke Depan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.