TEMPO.CO, Jakarta - Dinamisator Nasional Jaringan Pengawas Independen Kehutanan, Muhammad Ichwan, mempertanyakan langkah pemerintah menerbitkan aturan mengenai pengelolaan khusus kawasan Hutan Jawa. Dia khawatir kebijakan itu justru memberi ruang pembukaan lahan untuk jalan tol dan kawasan properti.
"Hutan harus dikembalikan sebagaimana fungsinya. Tidak dijelaskannya perhutanan sosial itu penggunaan kawasan hutan dikhawatirkan untuk tambang, jalan tol, properti, dan lain-lain. Kami mempertanyakan penggunaan SK itu," kata Ichwan, Sabtu, 4 Juni 2022.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) sebelumnya menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). SK itu di antaranya mengamanatkan hutan negara seluas satu juta hektare yang dikelola Perhutani akan diambil alih untuk dikelola secara khusus.
Ichwan menyatakan ada tiga alasan yang melatarbelakangi munculnya penetapan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus. Pertama, aspek kelestarian ekologi, kedua aspek konflik tenurial di wilayah kerja Perhutani, dan ketiga aspek kelestarian usaha.
Dia mengungkapkan penetapan aturan ini sebetulnya merupakan inifisiensi pengelolaan dan ketidakjelasan wilayah kerja Perhutani. Adapun tujuannya untuk pemantapan wilayah kerja Perhutani sehingga ada efesiensi pengelolaan.
Namun SK ini tidak disertai dengan penjelasan detail tentang fungsi dan pengelolaannya. Di sisi lain, Ichwan menampik bila kawasan hutan yang dikelola masyarakat saat tidak termanfaatkan dengan baik.
"Kawasan Hutan hancur kalau dikelola masyarakat, silahkan berkunjung ke Tulungagung. Masyarakat dengan swadaya dan gotong royong mereforetasi hutan yang sebelumnya hanya berupa jagung tanpa tegakan pohon,” katanya.
Ichwan mengatakan alih-alih mengambil alih pengelolaan hutan, pemerintah perlu memperkuat pemerintah desa dan kelompok tani untuk menyambut hutan desa dan hutan kemasyarakatan. "Buat peta wilayah desa secara partisipatif wilayah atau areal yang sudah ditetapkan sebagai perhutanan sosial, IPHPS atau Kulin KK (pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan)," katanya.
Peta tematik tersebut, menurut Ichwan bisa menggambarkan areal atau wilayah yang tetap akan dipertahankan sebagai perhutanan sosial. Area itu juga berpotensi diusulkan untuk dikeluarkan dari kawasan hutan melalui penataan areal yang sudah berisi bangunan permanen dan sawah-sawah sejak puluhan tahun yang lalu.
Baca juga: Pengambilalihan Hak Kelola Perhutani di Hutan Jawa oleh KLHK Ditentang
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.