TEMPO.CO, Jakarta - Imbas pelarangan ekspor gandum India diprediksi akan mengerek harga komoditas gandum dunia dan Indonesia. Kendati demikian, dampak tersebut tidak akan terlalu lama lantaran India hanya menyumbang 2,8 persen tari toal impor gandum Indonesia.
Direktur Core Muhammad Faisal mengatakan dampak pelarangan ekspor gandum India tidak akan sebesar dampak pelarangan minyak sawit mentah (CPO) Indonesia terhadap dunia.
“Di dunia dunia pun share ekspor gandum India sekitar 3 persen. Ada risikonya tapi tidak sebesar dampaknya akibat misalnya Ukraina atau Rusia yang diembargo. Jadi, ini dampaknya tidak akan sebesar pelarangan ekspor CPO dari Indonesia terhadap dunia karena Indonesia terbesar hasil CPO-nya,” kata Faisal saat dihubungi Bisnis, Senin 16 Mei 2022.
Oleh karena itu, pemerintah harus terus mendiversifikasi rekan perdagangan agar tidak terlalu bergantung pada negara-negara tertentu. Hal ini untuk meminimalisasi jika terjadi proteksi komoditas di negara-negara tertentu.
“Makanya pentingnya diversifikasi partner dagang kita. Jadi, tidak bergantung pada negara-negara tertentu. Untungnya India yang hanya 2,8 persen, coba kalau Australia 42 persen,” kata dia.
Usai pelarangan ekspor yang diberlakukan pada 13 Mei kemarin, harga gandum melonjak melewati batas nilai tukar. Acuan harga berjangka naik 5,9 persen menjadi US$12,47 1/2 per gantang di Chicago, mencapai level tertinggi dalam 2 bulan. Harga naik sudah sekitar 60 persen pada tahun ini, mengerek harga roti, kue, dan mie.
“Pasti ada pengaruh terhadap harga produk-produk gandum seperti mie instan, roti paling tidak di masa transisi. Sejalan dengan ada penyesuaian dan digantikan oleh negara lain, itu akan ada pasti,” jelasnya.