Bank Harus Bisa Memastikan Perlindungan Data
Menjawab keragu-raguan masyarakat tentang bank digital, yang disebut rawan peretasan, hoax dan sejumlah kekhawatiran lainnya, Deputi Direktur dan Perbankan Internasional OJK, Tony, dalam sebuah seminar online berjudul "Digital Banking Industry Master Plan", yang diselenggarakan AJI dan Commonwealth Bank pada 15 Februari 2022 lalu, menjelaskan dalam transformasi perbankan menuju digital, memang ada sejumlah tantangan. Diantaranya, perlindungan dan pertukaran data pribadi nasabah yang belum dijamin undang-undang, risiko penyalahgunaan teknologi, risiko serangan siber, risiko pihak ketiga (outsourcing) hingga infrastruktur jaringan komunikasi.
Terkait risiko perlindungan data, Tony menyebut bank harus bisa memastikan ada perlindungan data. Saat ini Indonesia masih belum punya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP), di mana PDP masih dalam bentuk RUU sehingga ini menjadi tantangan bagi perbankan untuk memastikan data dari nasabah bisa mereka dilindungi.
Sedangkan dalam risiko strategis, bank harus bisa memetakan strategi bisnis dengan keperluan IT-nya. Artinya, bagaimana investasi IT-nya bisa sesuai dengan strategi bisnis bank.
Risiko serangan siber pun yang terus meningkat seiring dengan naiknya proses digitalisasi ini. Tony menyebut OJK mendapat data dari Badan Siber dan Sandi Negara bahwa serangan siber memang meningkat setiap tahunnya.
Hal lain adalah risiko kesiapan dari bank tersebut atau organisasi dalam mendukung transformasi digital. Mulai dari talent di perbankannya, digital culture-nya seperti apa, hingga desain organisasi perbankannya seperti apa.
Adapun mengenai risiko jaringan infrastruktur, ini memang masih dikembangkan dan terus diupayakan oleh pemerintah dan belum cukup merata. Sebab wilayah Indonesia cukup besar.
Akan tetapi di balik segala tantangan itu, inovasi perbankan terus berkembang dengan cepat. “Misalnya, baru saja kemarin kita bicara soal cloud, namun sudah muncul AI (artificial intelligent) yang sudah diadopsi oleh perbankan untuk mendukung perkembangan bisnisnya. Lalu muncul lagi yang namanya metaverse sebagai era baru. Intinya, teknologi berkembang sangat pesat,” ujar Tony.
Walau Indonesia belum bisa disebut sebagai digital country, bank digital di Indonesia saat ini telah menjadi pilihan dengan pertimbangan keamanan dan kenyamanan serta fitur yang dibuat sesuai kebutuhan, seperti layanan NEO bisnis dan THR Neo. Di bank digital, nasabah bahkan bisa mengajukan peminjaman cukup lewat ponsel pintar.
Tjandra menekankan perbankan Indonesia dalam 5 hingga 10 tahun ke depan dipastikan sudah berkembang sangat pesat, begitu pula teknologi. Dengan begitu, masyarakat punya pilihan apakah akan tetap dengan cara konvensional atau mulai beralih ke bank digital.
Baca juga: OJK Pastikan OVO Finance yang Dicabut Izinnya Bukan Perusahaan Dompet Digital
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.