TEMPO.CO, Jakarta - Tjandra Gunawan, Presiden Direktur & CEO of PT Bank Neo Commerce Tbk, sumringah menyambut kedatangan Tempo di kantornya pada 20 April 2022. Wajahnya semakin antusias saat menceritakan perkembangan bank digital di Indonesia.
Keberadaan bank digital di Indonesia boleh dibilang masih baru. Transformasi Bank Yudha Bhakti menjadi bank digital bernama Bank Neo Commerce, bahkan baru dilakukan pada 2019.
Baca Juga:
Meski masih anak bawang di industri bank digital, namun Tjandra menyebut Bank Neo Commerce sekarang sudah punya 16,6 juta nasabah. Per harinya ada 23 ribu sampai 28 ribu users baru di Bank Neo (yang mengunduh aplikasi Bank Neo).
Dari jumlah 16,6 juta nasabah itu, 75 persen adalah nasabah usia 35 tahun ke bawah dan 80 persen berada di Pulau Jawa. Sebab pembangunan di Pulau Jawa yang sudah matang. Sedangkan di Papua, tercatat ada 1,5 persen nasabah Bank Neo.
Tjandra Gunawan, President Director & CEO of PT Bank Neo Commerce Tbk. Sumber: dokumen Bank Neo
Menurut Tjandra, keberadaan bank digital di Indonesia disambut positif oleh masyarakat. Pasalnya, bank digital punya lebih banyak keuntungan dibanding bank konvensional.
Keuntungan yang paling mencolok adalah segala transaksi keuangan nasabah terekam dengan baik secara digital sehingga jika terjadi fraud, bisa segera terdeteksi dan dikejar. Selain itu, petugas customer service bank juga tak perlu lagi membuka-buka tumpukan file untuk pemeriksaan transaksi nasabah.
Untuk urusan transfer fulus, nasabah mau pun orang yang dikirimi dana, akan sama-sama mendapat notifikasi seketika transaksi berhasil dilakukan. Dengan begitu, tak perlu lagi telepon atau kirim pesan singkat bahwa transaksi keuangan sudah rampung dijalankan.
Akan tetapi, lantaran bank digital masih terbilang baru di Indonesia, maka beberapa kelompok masyarakat masih ada yang awam dengan bank jenis ini. Sejumlah kekhawatiran itu, contohnya rasa waswas bank digital rawan peretasan, bank digital yang disebut hoax karena tidak punya wujud kantor dan sejumlah kekhawatiran lainnya.
Menjawab segala ketakutan itu, maka Tjandra pun menyebut agenda pionir Bank Neo Commerce saat ini adalah edukasi. Diantara langkah edukasi tersebut dengan melakukan kampanye #BuatSemua, yakni Semua Orang, Semua Kebutuhan, Semua Bisnis.
Sejauh ini, kampanye #BuatSemua baru dilakukan lewat media sosial. Rencana untuk kampanye ke sekolah-sekolah belum bisa dilakukan lantaran pandemi Covid-19 sehingga terbatasnya aktivitas sekolah tatap muka.
Kampanye #BuatSemua juga diharapkan bisa meningkatkan kesadaran publik bahwa financial literacy gap masih cukup besar di tengah masyarakat. Di Indonesia, saat ini ada 47 juta orang yang underbanked dan 92 juta orang yang unbanked.
“Kampanye ini lahir dari besarnya gap antara kebutuhan finansial dan literasi keuangan di masyarakat. Saat in-depth interview dengan masyarakat Papua, kami menemukan fakta rendahnya angka kepemilikan rekening di Papua, salah satunya disebabkan oleh rasa segan masyarakat pada saat mengunjungi kantor cabang bank. Selain itu, tingkat kepemilikan kartu identitas sebagai syarat pelayanan dan keterbatasan mesin ATM juga menjadi faktor lainnya,” kata Vice President & Head of Marketing BNC Maritsen Darvita.
Darvita menjelaskan pula tingkat literasi terhadap berbagai produk keuangan dan perbankan memang menjadi masalah utama di masyarakat Indonesia. Tingkat literasi keuangan sangatlah bergantung pada tingkat pendidikan, pendapatan, hingga wilayah demografi Indonesia.