Ia menjelaskan, dengan adanya larangan tersebut, porsi minyak goreng yang tadinya untuk ekspor, akan dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri. "Maka porsi minyak goreng yang tadinya untuk ekspor akan sepenuhnya digunakan untuk menggenjot produksi minyak goreng bagi pasar domestik," katanya.
Bongkar pasang kebijakan redam harga minyak goreng
Adapun kenaikan harga minyak goreng dan kelangkaan stok di pasaran terjadi sejak akhir 2021. Pemerintah telah berusaha mengatasi keadaan itu dengan memperketat ekspor CPO dan memprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Selain itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 yang ditetapkan pada 26 Januari berupa penetapan harga eceran tertinggi (HET) Rp 11.500 per liter untuk minyak goreng curah, Rp1 3.500 per liter untuk minyak goreng kemasan sederhana, dan Rp 14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan premium.
Belakangan, kebijakan itu dihapuskan karena gagal mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasaran. Pemerintah lalu hanya memberlakukan HET untuk minyak goreng curah sebesar Rp 14.000 per liter.
Berikutnya, pada Selasa lalu, Kejaksaan Agung menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng, pada Januari 2021-Maret 2022 yang menimbulkan kelangkaan minyak goreng.
Keempat tersangka dalam kasus minyak goreng ini adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Standly MA, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Paulian Tumanggor, dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas Picare Togar Sitanggang.
ANTARA
Baca: Kasus Minyak Goreng, Sultan Hamengkubuwono X: Kepentingan Sendirinya Luar Biasa
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.