TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) angkat bicara menanggapi keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi melarang ekspor minyak goreng dan bahan baku per 28 April 2022 mendatang.
Ketua Bidang Komunikasi Gapki Tofan Mahdi menyatakan pihaknya mendukung kebijakan tersebut. "Kami sebagai pelaku usaha perkelapasawitan mendukung setiap kebijakan pemerintah terkait sektor kelapa sawit. Kami menghormati dan akan melaksanakan kebijakan seperti yang disampaikan oleh Presiden," ujarnya dalam keterangan pers, di Jakarta, Jumat, 22 April 2022.
Sejalan dengan itu, kata Tofan, Gapki akan terus memonitor perkembangan di lapangan setelah berlakunya kebijakan tersebut. "Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan dalam mata rantai industri sawit untuk memantau dampak kebijakan tersebut terhadap sektor keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit."
Pemantauan larangan ekspor itu dilakukan untuk melihat dampak yang timbul khususnya terhadap keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit. "Jika kebijakan ini membawa dampak negatif kepada keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit, kami akan memohon kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan tersebut," tuturnya.
Presiden Jokowi sebelumnya mengumumkan bahwa Pemerintah Indonesia akan melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya. Kebijakan itu diberlakukan mulai Kamis, 28 April 2022, hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Keputusan tersebut diambil kepala negara usai memimpin rapat yang diikuti jajaran menteri untuk membahas terkait pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Presiden berjanji akan memantau langsung dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan tersebut.
"Agar ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melimpah dengan harga terjangkau," kata Jokowi dalam pernyataan yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat, 22 April 2022.
Dampak ke industri diperkirakan bakal minimal
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memperkirakan hanya akan timbul dampak minimal akibat larangan ekspor minyak goreng dan bahan baku terhadap industri.
"Dampak dari larangan ini pasti ada, tapi berdasar data Kementerian Perindustrian, kami perkirakan dampaknya akan minimal," ujar Agus.