Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara mengakui edukasi secara daring menemui hambatan karena jaringan internet terbatas di daerah. “Kami juga melakukan edukasi melalui media sosial, baik Instagram, Twitter, dan yang lain. Ini agar edukasi semakin masif dan menjangkau semakin banyak orang,” kata dia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan inti dari inklusi keuangan adalah bunga kompetitif yang timbul dari pemerataan akses layanan keuangan. Kehadiran bank digital, kata dia, malah membuat perang suku bunga untuk menarik dana simpanan. Tingginya bunga yang diberikan, mengharuskan Bank Digital memasang bunga pinjaman lebih tinggi. Tak heran jika bank digital menyasar pembiayaan konsumsi atau BNPL (buy now, pay later). Tingginya pengguna paylater muncul dari pertumbuhan e-commerce.
Menurut Bhima, skema bisnis bank digital masih berada di ‘tempat aman’. Buktinya, bank digital ramai-ramai mengandeng platform layanan investasi seperti pembelian reksa dana, saham, obligasi hingga kripto. “Fee based income di sana gede,” kata dia .Fee based income adalah keuntungan yang didapat dari transaksi jasa perbankan selain dari pendapatan bunga kredit.
Alih-alih menyasar peluang di kawasan yang belum dijangkau perbankan, kata Bhima, bank digital justru mendisrupsi dan berebutan dengan pemain lama di pasar yang telah ada. Pesta ekonomi digital yang tersentralisasi ini bagian dari kesenjangan konektivitas, dan pola pembangunan di Indonesia. “70 persen peredaran uang ada di Jabodetabek, perusahaan tambang dan perkebunan yang lahannya di daerah berkantor di sini,” kata dia.
Pelaku usaha menunjukkan katalog online produk sepatu berbahan tenun songket milik merk Nadina Salim mitra Binaan PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) dipajang di salah satu gerai UMKM di Palembang, Sumsel, Senin, 20 Juli 2020. PT Pusri mendorong Mitra UKM binaan untuk dapat meningkatkan promosi melalui platform online di tengah krisis akibat COVID-19. ANTARA FOTO/Feny Selly
Digitalisasi dapat menjadi harapan pemerataan ekonomi. Namun, digitalisasi hanyalah alat, keberhasilannya ditentukan oleh aktor (pelaku digital) dan regulator (pemerintah). Semoga semangat digitalisasi tegak lurus dengan amanat Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 4, ‘Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan serta dengan menjaga keseimbangan kesatuan ekonomi nasional’.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu