Menurut dia, bantuan yang diberikan kepada pelaku UMKM dinilai tak bisa hanya diselesaikan secara insidental dan karitatif.
“Pendapatan Minimum Warga itu solusi, setidaknya untuk jamin agar tidak ada rakyat yang tidak makan sehari-harinya,” kata Suroto.
Pemerintah akan menggelontorkan BLT untuk Pedagang Kaki Lima/Pemilik Warung (PKLW) sebanyak satu juta orang dan nelayan penduduk miskin ekstrem sebanyak 1,76 juta orang dengan besaran manfaat masing-masing senilai Rp 600 ribu.
Adapun lokasi penerima manfaat diberikan kepada 212 kabupaten/kota yang masuk dalam target pengentasan kemiskinan ekstrim pada 2022.
Dalam konferensi pers, akhir Februari lalu, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan program penyaluran BLT kepada PKLW serta nelayan telah selesai di Kementerian Hukum dan HAM.
“Sekarang tinggal pedoman umum dari Kapolri yang sedang disiapkan. Dan diharapkan di bulan Februari 2022 program ini bisa dijalankan,” ucap dia.
Adapun pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin. Dia menilai kebijakan BLT Minyak Goreng menunjukkan pemerintah tak bisa memberantas dan kalah dari para mafia yang mengendalikan harga.
Ujang menilai BLT tersebut sekadar untuk menenangkan sementara masyarakat yang resah atas mahalnya minyak goreng. Dia juga menilai kebijakan tersebut sebagai penyelamat wajah pemerintah yang belakangan kerap mendapatkan sorotan.
"Karena jika tak ada BLT, pemerintah akan babak belur di mata rakyat," ujar Ujang saat dihubungi Tempo, Sabtu, 2 April 2022.
Menurut Ujang, akar persoalan yang menyebabkan minyak goreng mahal adalah kelangkaan akibat ulah mafia. Dengan Jokowi memutuskan mengeluarkan BLT Minyak Goreng, Ujang menilai secara tidak langsung pemerintah menyatakan tidak bisa mengungkap jaringan mafia tersebut. "Jika harga minyak masih tinggi dan tak ada solusinya, sama saja negara kalah oleh mafia minyak goreng," kata Ujang.
IDRIS BOUFAKAR
Baca juga: BPS: Minyak Goreng Sumbang Inflasi 0,04 Persen pada Maret 2022