TEMPO.CO, NUSA DUA - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR RI, Fadli Zon mendesak anggota parlemen dunia untuk melawan korupsi lintas negara dan memulihkan aset-aset yang dicuri. Peran parlemen dibutuhkan karena korupsi lintas negara merupakan tindak pidana yang sangat kompleks, sistematik, dan merusak negara-negara berkembang.
“Sebanyak US$ 2,6 triliun dana atau lebih dari 5 persen PDB global hilang setiap tahun gara-gara korupsi,” ujar dia saat berbicara dalam rangkaian sidang parlemen sedunia (Inter-Parliamentary Union/IPU) ke-144 di Nusa Dua, Bali, Selasa 22 Maret 2022.
Ia pun mengusulkan beberapa tindakan yang bisa dikerjakan parlemen. Pertama adalah menyusun aturan dan prinsip baru, serta reformasi undang-undang untuk mendukung pemulihan aset korupsi. Tindakan itu termasuk aturan mengenai perampasan aset tanpa pemidanaan (non-conviction based asset forfeiture).
Kedua, dia meminta anggota parlemen menyediakan landasan hukum untuk berbagai jenis kerja sama antar negara atau mutual legal assistance (MLA). Ketiga, meningkatkan kemauan politik dan komitmen untuk memulihkan aset-aset korupsi.
Keempat, membangun sistem pemantauan nasional pada proses pemulihan aset dan menggunakan dana yang direpatriasi untuk kepentingan nasional. “Kita juga bisa membentuk gugus tugas khusus di dalam parlemen guna mendukung dan mengawasi mekanisme pemulihan aset,” kata politikus Partai Gerindra ini.
Dia mengimbuhkan, korupsi lintas negara tidak hanya menekan negara berkembang, tapi juga memicu konflik dan mengancam keamanan global. Fadli mencontohkan invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina yang antara lain dipicu oleh tidak berjalannya mekanisme lintas negara untuk mencegah oligarki dan kleptokrasi.
Fadli yang juga menjabat Wakil Ketua Global Conference of Parliamentarians against Corruption (GOPAC) menuturkan, upaya untuk mengendalikan korupsi lintas batas sulit berhasil kecuali mendapat dukungan wakil rakyat, dan dikoordinasikan secara efektif di tingkat nasional.
“Parlemen mempunyai banyak perangkat mulai dari fungsi legislasi hingga pengawasan, termasuk juga koalisi dengan masyarakat sipil dan kerja sama internasional,” kata dia.