Ia menilai membengkaknya defisit transaksi berjalan sektor migas bisa dikompensasi dari penerimaan ekspor komoditas energi lainnya seperti batu bara, gas alam dan CPO. "Yang harganya juga melejit menuai wind fall profit,” tuturnya.
Mulyanto mencontohkan, penerimaan negara dari ekspor batubara dan CPO pada tahun 2021 sebesar US$ 55 miliar. Adapun defisit transaksi berjalan sektor migas karena impor BBM dan epiji tahun lalu hanya sebesar US$ 13 miliar.
“Karenanya, kenaikan penerimaan ekspor batubara dan CPO mestinya dapat mengkompensasi kenaikan defisit transaksi dari impor migas,” ucapnya.
Mulai beralihnya konsumen elpiji nonsubsidi ke gas bersubsidi sudah terlihat, di antaranya di daerah Kabupaten Bogor. Di salah satu kios di daerah Parung Panjang, seorang pedagang menyatakan para pembeli mengeluhkan harga jual elpiji 12 kilogram yang mencapai Rp 206.000 per tabung.
Harga elpiji tabung biru itu melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan agen daerah yakni Rp 15.500 per kilogram. Bila merujuk aturan HET itu, elpiji nonsubsidi ukuran 12 kilogram dibanderol Rp 186.000 per tabung.
BISNIS | BILADI MUHAMMAD
Baca: Kasus Binary Option, PPATK Pantau Transaksi Tak Wajar 7 Crazy Rich
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.