TEMPO.CO, Jakarta - Kenaikan harga elpiji nonsubsidi selama tiga bulan terakhir dikhawatirkan bakal makin memicu konsumen beralih menggunakan elpiji subsidi ukuran 3 kilogram. Apalagi hingga kini pola distribusi gas melon itu sifatnya masih terbuka.
Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, menyatakan, tak adanya pembatasan dalam penjualan elpiji bersubsidi memungkinkan semua orang bisa membelinya. "LPG bersubsidi ini terbuka untuk dibeli oleh pelanggan yang selama ini menggunakan LPG nonsubsidi,” katanya, Jumat, 4 Maret 2022.
Oleh karena itu, sangat dimungkinkan pelanggan bermigrasi ke elpiji bersubsidi. "Sekarang ini saja sekitar 12 juta pelanggan gas melon 3 kg adalah mereka yang tidak berhak,” tuturnya.
Apalagi kondisi pandemi Covid-19 saat ini membuat perekonomian masyarakat tidak stabil. Oleh sebab itu, kata Mulyanto, sangat wajar jika pelanggan elpiji nonsubsidi yang tertekan perekonomiannya beralih menggunakan LPG subsidi yang lebih murah.
PT Pertamina Patra Niaga sebelumnya menyatakan harga elpiji bersubsidi ukuran 3 kilogram tak berubah berkisar Rp 23.000-24.000 per tabung. Sementara per Ahad pekan lalu, perseroan menaikkan harga produk elpiji nonsubsidi sekitar Rp 15.500 per kilogram.
Penyesuaian harga ini mengikuti perkembangan industri minyak dan gas. Harga contract price Aramco (CPA) tercatat naik 21 persen dari rata-rata harga sepanjang 2021. Harga CPA kini menembus US$ 775 per metrik ton.
Lebih jauh, Mulyanto mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan yang menaikkan harga elpiji nonsubsidi tersebut. Menurut dia, harga elpiji ukuran 5,5 kilogram dan 12 kilogram tersebut tidak harus mesti naik karena pemerintah bisa mengkompensasi kenaikan defisit transaksi berjalan sektor migas akibat melonjaknya harga migas dunia.