TEMPO.CO, Jakarta - Indonesian E-Commerce Association (idEA) menanggapi laporan United States Trade Representative (USTR) yang menyebut tiga e-commerce Indonesia diduga memfasilitasi penjualan barang palsu. Ketua Umum idEA Bima Laga mengatakan laporan seperti itu sudah ada setiap tahun.
Semua anggota idEA dianggap sudah memahami peraturan yang sudah ada. “Kami dari asosiasi bersama member tentu akan selalu mematuhi aturan yang sudah ditentukan di Indonesia maupun internasional,” kata Bima dalam keterangan tertulis pada Jumat, 25 Februari 2022.
Dia menjelaskan, pemilik merek (brand) berhak mengajukan keberatan terhadap pembajakan oleh pedagang yang berjualan di platform e-commerce. Mekanismenya adalah pemilik merek mengirimkan surat resmi keberatan agar menindaklanjuti produk yang dipalsukan.
Setelah ada surat resmi dan lampiran bukti kepemilikan merek, maka masing-masing pemilik platform akan segera memproses produk yang bersangkutan. Soal kebijakan barang palsu, platform bisa menurunkan produk yang dijajakan oleh pedagang.
“Platform akan melakukan penurunan atau take down produk dimaksud. Terkait tindak lanjut lainnya, merupakan ranah pihak pemilik brand dan penjual produk dimaksud,” tutur Bima.
Mengenai inisiatif tindak lanjut sebelum ada surat keberatan, pihaknya tidak bisa memproses sebelum merek terkait memberikan surat resminya. Sehingga platform belum bisa langsung menindak produk yang diduga membajak suatu merek.
Pasalnya, jika memiliki surat resmi keberatan dari pemilik merek, maka platform terkait memiliki landasan untuk menghilangkan produk yang dikatakan palsu. Mengenai evaluasi penjualan barang palsu, idEA akan merespons ketika ada laporan dari merek yang bersangkutan.
idEA juga akan berkomunikasi kepada anggotanya, jika ada laporan masuk dari merek yang merasa dirugikan. “Tidak setiap bulan, karena jumlah merchant jutaan,” tutur Bima.