Mengenai sanksi kepada platform yang diduga nakal dan tidak menindaklanjuti laporan, Bima mengklaim sejauh ini manajemen setiap platform sudah paham hak dan kewajibannya. Sehingga potensi pelanggaran dari platfom itu sendiri dianggap tidak ada.
Saat ada laporan dari merek yang belum ditindaklanjuti, idEA akan mengingatkan kepada anggotanya yang bersangkutan. “Paling mungkin mereka terlewat, jadi tinggal diingatkan saja,” katanya.
Sebelumnya, laporan USTR berjudul “2021 Review of Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy” terbit pada 17 Februari 2022. Platform Bukalapak, Tokopedia, dan Shopee masuk ke dalam 42 pasar daring yang diduga terlibat memfasilitasi pemalsuan merek dagang yang substansial.
Selain itu, ada 35 pasar fisik yang disebutkan dalam laporan USTR karena menjual barang-barang palsu.
“Bagian ini menjelaskan bagaimana sifat ilegal dari pemalsuan membutuhkan koordinasi antara aktor-aktor terkait untuk mengungkap dan memerangi pelanggaran perburuhan secara efektif dalam operasi pemalsuan di seluruh dunia,” dikutip dari rilis resminya di ustr.gov pada Selasa, 22 Februari 2022.
Adapun ringkasan mengenai laporan yang dikeluarkan USTR terhadap tiga e-commerce tersebut:
- Bukalapak: USTR mengklaim pemegang hak mencatat sebagian besar produk bermerek di Bukalapak tidak asli dan secara terbuka dilabeli replika. Namun ada kekhawatiran bahwa protokol pemeriksaan penjual tidak cukup mencegah penjual barang palsu mendaftar.
- Shopee: Prosedur pemberitahuan dan penghapusannya diduga memberatkan, terdesentralisasi, tidak efektif, dan lambat. Penjual barang palsu tidak membuat oknum nakal itu keluar dari platform, sehingga Shopee tidak menciptakan lingkungan yang aman dan hukuman yang memadai terhadap penjualan barang palsu.
- Tokopedia: Disebut volume barang palsu juga cukup tinggi beredar. Sistem poin penalti untuk pelanggar berulang yang menempatkan beban lebih tinggi pada pemegang hak untuk mengidentifikasi beberapa barang palsu sebelum Tokopedia mencegah penjual mencantumkan barang tersebut.