TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri mengingatkan bahwa konflik kepentingan yang berbahaya adalah kala pejabat negara ikut berbisnis.
Akibatnya,negara dan pasar berkolaborasi dan batasannya menjadi blur atau bias. "Jadi ini lah yang terjadi di Indonesia. Padahal, sehingga semakin kuat state dan market ini community-nya dirugikan," ujar Faisal dalam webinar, Sabtu, 29 Januari 2022.
Ia melihat kekuatan negara dan korporasi di Indonesia sudah menyatu. Sehingga, negara berpotensi menjadi despotic leviathan, yaitu raksasa lalim yang memiliki kekuatan luar biasa.
"Jangan sampai negara jadi raksasa lalim karena konflik kepentingan antara state dan korporasi. Karena itu, kita harus punya aturan," kata Faisal.
Kolaborasi antara negara dan pengusaha, kata Faisal, terlihat dalam kepengurusan Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia teranyar. Ia menyoroti sejumlah posisi pejabat teras Kadin yang diisi pejabat eksekutif, legislatif.
"Eksekutif, legislatif, dan yudikatif kan negara. Sementara Kadin adalah institusi market atau korporasi atau bisnis," ujar Faisal.
Dalam situasi seperti ini, Faisal mengatakan community atau masyarakat harus menjadi kekuatan ketiga yang membuat negara dan pasar berada di posisinya masing-masing. Artinya, negara tidak bertindak sebagai pengusaha, begitu pula sebaliknya.
Dari sisi regulasi, Faisal melihat sudah banyak Undang-undang yang mengatur hal tersebut. Namun, peraturan itu harus diperkuat lagi.
"Ini harus kita perkuat agar penguasa hanya bisa bermanuver di koridor yang sempit. Jadi raksasa yang kita belenggu karena Indonesia ada potensi menuju despotic leviathan," ujar Faisal Basri.
Baca: Kemendag Kembali Segel Perusahaan Robot Trading Berkedok MLM
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.