"Hal ini diperkuat dengan temuan Ombudsman Republik Indonesia yang menemukan potensi penyimpangan dalam tata kelola pupuk bersubsidi di Indonesia. Padahal, sebagaimana dimuat dalam pasal 16 UNDROP ayat (2), negara/pemerintah memiliki kewajiban untuk mengambil langkahlangkah yang perlu untuk mendukung akses petani atas transportasi, fasilitas penyimpanan, sampai dengan jaminan harga yang layak," sambungnya.
Mujahid melanjutkan, pemerintah juga belum menunjukkan komitmen kuat dalam mewujudkan perdagangan yang adil serta akses bagi petani dan orang-orang yang bekerja di perdesaan. SPI melihat pemerintah dalam upaya memajukan usaha pertanian dan perkebunan di Indonesia, lebih mempercayakan pada korporasi sebagai aktor utamanya, bukan koperasi sebagai kelembagaan petani.
"Dalam program strategis 2020-2024 nya, Kementerian Koperasi dan UKM justru menguatkan sebanyak 350 sektor usaha korporasi petani dan nelayan," ujar dia.
Upaya pemerintah dengan terus mendorong usaha tani menjadi bentuk korporasi pertanian akan tetap menjadikan petani hanya sebagai buruh tani atau pekerja di lahan milik korporasi. Padahal, hal ini telah tercantum di dalam konstitusi 13 dan termaktub dalam UU Perlintan yang menjelaskan bahwa Kelembagaan Ekonomi Petani yaitu Koperasi.
"SPI berpandangan petani maupun orang-orang yang bekerja di perdesaan harus terlibat langsung dalam menentukan harga produk pangan yang dijualnya ke pasar. Petani tidak bergantung dari intervensi dari pihak-pihak yang mencoba mengendalikan harga pangan seperti tengkulak, middleman dan juga korporasi pangan karena jika petani tetap bergantung pada intervensi pihak tersebut," katanya.
Dalam konteks membangun perdagangan yang adil berdasarkan kelembagaan ekonomi petani, Mujahid berujar SPI terus membangun Koperasi Petani Indonesia (KPI) sebagai basis ekonomi kesejahteraan petani.
Sampai saat ini, KPI sudah berhasil didirikan dan tersebar di 15 wilayah SPI. Sebelumnya, SPI telah mendeklarasikan pembentukan 1.000 Koperasi Petani Indonesia (koperasi petani SPI) pada tahun 2017 lalu, di Asahan, Sumatera Utara.
"Pola kerja yang dibangun oleh Koperasi Petani Indonesia yaitu Koperasi Petani Indonesia membeli produk pangan dari petani SPI di basis-basis produksi dengan harga yang layak menurut petani, karena dengan adanya Koperasi yang telah didirikan, petani dapat menentukan sendiri harga jualnya," ujar Mujahid.
Kemudian, kata dia, Koperasi Petani Indonesia menjual produk pangan yang dibeli dari petani SPI, baik produk mentah maupun produk pangan olahan langsung ke konsumen dan ke pasar-pasar yang ada.
CAESAR AKBAR
BACA: Ikan Mati di Danau Maninjau Bertambah Jadi 362 Ton, Berapa Kerugian Petani?